Selasa, 27 September 2011

Sabar terhadap Istri

Suatu ketika, seorang laki-laki mendatangi Umar ra. untuk mengadukan perilaku istrinya. Ia menunggu Umar di depan pintu rumahnya. Tiba-tiba laki-laki tersebut mendengar istri Umar sedang memarahinya dan Umar diam saja tidak menanggapi. Laki-laki itu akhirnya pulang dan berkata dalam hatinya, “Jika keadaan Amirulmukminin seperti itu, lalu bagaimana dengan saya?”

Tidak lama kemudian, Umar keluar dan melihatnya berpaling. Umar memanggil laki-laki tersebut dan bertanya, “Apa keperluanmu?”
“Wahai Amirul Mukminin, sebenarnya saya datang untuk mengadukan sikap dan perbuatan istri saya kepada saya. Namun saya mendengar hal yang sama pada istri anda. Akhirnya, saya pulang dan berkata (dalam hati), 'Jika keadaan Amirulmukminin seperti ini, lalu bagaimana dengan saya?'”

“Wahai Saudaraku! Saya tetap sabar (atas perbuatannya) karena memang itu kewajiban saya. Istri sayalah yang memasakkan makanan untuk saya, membuatkan roti untuk saya, mencucikan pakaian, dan menyusui anak saya, sedang semua itu bukanlah kewajibannya. Di samping itu, hati saya merasa tenang (untuk tidak melakukan perbuatan haram). Oleh karena itulah, saya tetap bersabar atas perbuatannya itu,” jawab Umar.
“Wahai Amirulmukminin, istri saya pun demikian,” kata laki-laki tersebut.
“Karena itu, bersabarlah wahai Saudaraku. Ini hanya sebentar,” kata Umar.

Semoga bisa menginspirasi para suami untuk meneladani sayidina Umar ra yang sangat gagah berani di medan perang namun bisa bersabar terhadap istri.

Kisah di atas dinukil dari karya Adz-Dzahabi dalam kitab Al-Kaba'ir dan Al Haitami dalam kitab Az-Zawajir.

Pentingnya Membaca Bismillah

Dalam Hadits Rasulullah saw bersabda, “Setiap pekerjaan yang baik, jika tidak dimulai dengan “Bismillah” (menyebut nama Allah) maka (pekerjaan tersebut) akan terputus (dari keberkahan Allah)”.

Dalam keseharian kita tentunya selalu melakukan kegiatan dan aktivitas, tanpa kegiatan dan aktivitas kehidupan kita akan hampa, hambar dan tidak produktif. Kegiatan tersebut bisa dilakukan dimana saja, di rumah, di kantor, di jalan, di warung, di pasar, di sekolah dan ditempat-tempat lainnya. Dan –bagi orang beriman- kegiatan atau aktivitas adalah sarana menebar kebajikan, baik kata maupun perbuatan selalu memberikan kebaikan pada dirinya dan orang lain. Bukankah Rasulullah saw mengumpamakan jati diri seorang muslim seperti seekor lebah. Makanan yang dimakan adalah baik dan yang dikeluarkan pun baik, lebah hinggap atau tinggal tidak pernah merusak yang lainnya.

Namun kadangkala kebanyakan dari kita tidak sadar memulai segala aktivitas atau kegiatan tanpa mengucapkan membaca kalimat bismillah, padahal diterima atau tidak amal perbuatan seseorang bergantung pada kalimat tersebut.
Ketika bangun tidur sudahkah kita mengucapkan alhamdulillah dan memulai aktivitas hari itu dengan bismillah?
Ketika akan mandi, berpakaian, sarapan pagi sudahkah kita memulainya dengan bismillah?
Ketika akan berangkat ke kantor, keluar dari rumah, naik kendaraan sudahkah kita memulainya dengan bismillah?
Ketika di kantor, sudahkah ketika kita masuk ruangan kantor, menyalakan komputer, membuka berkas atau file, membuka rapat, menulis, membaca memulainya dengan bismillah?
Begitu banyak lagi aktivitas yang kita lakukan dalam keseharian kita, namun sudahkan kita memulainya dengan bismillah??
Kadang kita menganggap hal tersebut adalah sepele, padahal di sisi Allah merupakan kebaikan yang bernilai besar, diberkahi atau tidaknya perbuatan dan aktivitas seseorang tergantung pada saat memulainya.
Sebenarnya apa sih keistimewaan dari bismillah sehingga Allah dan Rasul-Nya mensyariatkan kepada kita untuk memulai segala aktivitas, perbuatan dan kegiatan dengan membaca bismillah?
Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa “bismillah merupakan inti kandungan ajaran Islam” karena di situ ada unsur keyakinan terhadap Allah yang telah memberikan kekuatan sehingga seseorang dapat melakukan aktivitas yang diinginkan, pangakuan akan ketidakberdayaan seseorang di hadapan Allah Taala. “La haula wala quwwata illa billah (Tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah). Apalagi kalau bacaannya kita sempurnakan dengan kata bismillahirrahmanirrahim maka kita telah meyakini akan kebesaran Allah yang telah memberikan nikmat dan karunia, kasih sayang dan rahimnya kepada seluruh makhluk-Nya.
Jika kita runut secara bahasa, maka akan kita dapatkan keagungan kalimat bismillahirrahmanirrahim. kata Bismillah misalnya merupakan tiga rangkaian kata yang mengandung arti yang agung yaitu Ba (bi), Ism, dan Allah.

1. Huruf ba yang dibaca bi di sini mengandung dua arti:
Pertama: huruf bi yang diterjemahkan dengan kata “dengan” menyimpan satu kata yang tidak terucapkan tetapi harus terlintas dalam benak ketika mengucapkan basmalah, yaitu memulai. Sehingga bismillah berarti “saya atau kami memulai dengan nama Allah”. Dengan demikian kalimat tersebut menjadi semacam doa atau pernyataan dari pengucap. Atau dapat juga diartikan sebagai perintah dari Allah (walaupun kalimat tersebut tidak berbentuk perintah), “Mulailah dengan nama Allah!”.

Kedua: huruf bi yang diterjemahkan dengan kata “dengan” itu, dikaitkan dalam benak dengan kata “kekuasaan dan pertolongan”. Pengucap basmalah seakan-akan berkata, “dengan kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, pekerjaan yang sedang saya lakukan ini dapat terlaksana”. Pengucapnya seharusnya sadar bahwa tanpa kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, apa yang sedang dikerjakannya itu tidak akan berhasil. Ia menyadari kelemahan dan keterbatasan dirinya tetapi pada saat yang sama –setelah menghayati arti basmalah ini – ia memiliki kekuatan dan rasa percaya diri karena ketika itu dia telah menyandarkan dirinya dan bermohon bantuan Allah Yang Maha Kuasa itu.

2. Kata Ism setelah huruf bi terambil dari kata as-sumuw yang berarti tinggi dan mulia atau dari kata as-simah yang berarti yang berarti tanda. Kata ini biasa diterjemahkan dengan nama. Nama disebut ism, karena ia seharusnya dijunjung tinggi atau karena ia menjadi tanda bagi sesuatu.
Syaikh Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan dengan penyebutan nama di sini berarti dirinya memulai pekerjaan dengan nama Allah dan atas perintahnya bukan atas dorongan hawa nafsu belaka.
Penyebutan nama Allah diharapkan pekerjaan itu menjadi kekal disisi Allah. Di sini bukannya Allah yang nama-Nya disebut itu yang kita harapkan menjadi kekal karena Dia justru Maha Kekal. Namun yang kita harapkan adalah agar pekerjaan yang kita lakukan itu serta ganjarannya menjadi kekal sampai hari kemudian. Banyak pekerjaan yang dilakukan seseorang tetapi tidak mempunyai bekas apa-apa terhadap dirinya atau masyarakatnya, apalagi berbekas dan ditemui ganjarannya di hari kemudian. Demikianlah Allah mentamsilkan perbuatan orang-orang yang kafir yang tidak dibarengi dengan keikhlasan kepada Allah, “Dan Kami hadapi hasil-hasil karya mereka (yang baik-baik itu), kemudian Kami jadikan ia (bagaikan) debu yang beterbangan (sia-sia belaka). (QS 25: 23)

3. kata Allah, berakar dari kata walaha yang berarti mengherankan atau menakjubkan. Jadi Tuhan dinamai Allah karena segala perbuatan-Nya menakjubkan dan mengherankan. Karena itu terdapat petunjuk yang menyatakan, “Berfikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berfikir tentang Dzat-Nya”.
Sementara itu sebagian ulama mengungkapkan bahwa kata Allah terambil dari kata aliha – ya’lahu yang berarti menuju dan bermohon. Tuhan dinamai Allah karena seluruh makhluk menuju serta bermohon kepada-Nya dalam memenuhi kebutuhan mereka, atau juga berarti menyembah dan mengabdi, sehingga lafazh Allah berarti “Zat yang berhak disembah dan kepada-Nya tertuju segala pengabdian”.
Syaikh Mutawalli Sya’rawi, seorang guru besar pada universitas Al-Azhar, ulama kontemporer dan pakar bahasa menyebutkan dalam tafsirnya tentang keistimewaan lafadz Allah ; “Lafadz Allah selalu ada dalam diri manusia, walaupun ia mengingkari wujud-Nya dengan ucapan atau perbuatannya. Kata ini selalu menunjuk kepada Dia yang diharapkan bantuan-Nya itu. Perhaitkanlah kata Allah. Bila huruf pertamanya dihapus, maka ia akan terbaca Lillah yang artinya “demi/karena Allah”. Bila satu huruf berikutnya dihapus, akan terbaca lahu, yang artinya untuk-Nya. Bila huruf berikutnya dihapus, maka ia akan tertulis huruf ha yang dapat dibaca hu (huwa) yang artinya Dia”.

Apabila anda berkata Allah maka akan terlintas atau seyogianya terlintas dalam benak Anda segala sifat kesempurnaan. Dia Mahakuat, Mahabijaksana, Mahakaya, Maha Berkreasi, Mahaindah, Mahasuci dan sebagainya. Seseorang yang mempercayai Tuhan, pasti meyakini bahwa Tuhannya Mahasempurna dalam segala hal, serta Mahasuci dari segala kekurangan.
Sifat-sifat Tuhan yang diperkenalkan cukup banyak. Dalam salah satu hadits dikatakan bahwa sifat (nama-nama) Tuhan berjumlah sembilan puluh sembilan nama (sifat).
 

Demikian banyak sifat (nama) Tuhan, namun yang terpilih dalam basmalah hanya dua sifat, yaitu Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang keduanya terambil dari akar kata yang sama. Agaknya sifat ini dipilih, karena sifat itulah yang paling dominan. Dalam hal ini Allah dalam Al-Quran menegaskan “Rahmat-Ku mencakup segala sesuatu”. (QS 7: 156). Sebuah hadits Qudsi menyebutkan bahwa rahmat Allah mengalahkan amarah-Nya.
Kedua kata tersebut, Ar-Rahman dan Ar-Rahim, berakar dari kata Rahm yang juga telah masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, yang berarti peranakan atau kandungan. Apabila disebut kata Rahim, maka yang terlintas di dalam benak adalah ibu dan anak, dan ketika dapat terbayang betapa besar kasih sayang yang dicurahkan sang ibu kepada anaknya. Tetapi, jangan disimpulkan bahwa sifat Rahmat Tuhan sepadan dengan sifat rahmat ibu.

Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah saw yang mendekatkan gambaran besarnya rahmat Tuhan: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT menjadikan rahmat itu seratus bagian, disimpan di sisi-Nya sembilan puluh sembilan dan diturunkan-Nya ke bumi itu satu bagian. Satu bagian inilah yang dibagi pada seluruh makhluk. (begitu ratanya sampai-sampai satu bagian yang dibagikan itu diperoleh pula oleh) seekor binatang yang mengangkat kakinya karena dorongan kasih saying, khawatir jangan sampai menginjak anaknya”. (HR. Muslim)

Dalam ungkapan lainnya disebutkan bahwa kata Rahman adalah merupakan sifat kasih sayang Allah kepada seluruh makhluk-Nya yang diberikan di dunia, baik manusia beriman atau kafir, binatang dan tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya. Bukankah kita –dengan kasih sayang-Nya- telah diberikan kehidupan, diberikan kemudahan menghirup udara, kemudahan berjalan, berlari dan melakukan segala aktivitasnya, walaupun sangat sedikit dari kita mau merenungkan apalagi mensyukuri segala nikmat tersebut? Allah senantiasa memberikan kasih sayang-Nya kepada manusia sekalipun mereka ingkar kepada-Nya.
Sementara itu kara Rahim diberikan secara khusus oleh Allah kelak nanti dialam akhirat yaitu hanya bagi mereka yang beriman dan mensyukuri segala kenikmatan yang telah dianugrahkan kepada mereka. Kasih sayang-Nya secara khusus diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang mengabdikan dirinya kepada Allah dan yakin bahwa semua kenikmatan adalah bersumber dari Allah. Bahkan yakin bahwa segala amal ibadahnya, perbuatan baiknya tidak akan menjamin akan dirinya masuk ke surga-Nya kecuali karena Rahmat-Nya.

Suatu kali Rasulullah saw berpesan kepada para sahabatnya, “Bersegeralah kalian berbuat baik dan perkuatlah hubungan kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa amal kalian tidak menjamin kalian masuk surga. Sambil terheran para sahabat bertanya, “Termasuk Engkau wahai Rasulullah”? Rasulullah saw menjawab, “Betul, termasuk saya..kecuali jika Allah menganugrahkan rahmat-Nya dan karunia-Nya kepadaku”.  

Wallahu a’lam

Senin, 12 September 2011

Dosa yang Lebih Besar dari Dosa Zina

Dosa Yang Lebih Hebat Dari Zina
Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita berjalan terhuyung-huyung. Pakaiannya yang serba hitam menandakan bahawa dia berada dalam duka cita yang mencekam. Kerudungnya menangkup rapat hampir seluruh wajahnya. Tanpa rias muka atau perhiasan menempel di tubuhnya. Kulit yang bersih, badan yang ramping dan roman mukanya yang ayu, tidak dapat menghapus kesan kepedihan yang tengah dirasakan dalam hidupnya.

Ia melangkah terseret-seret mendekati rumah Nabi Musa a.s. Diketuknya pintu pelan-pelan sambil mengucapkan salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam "Silakan masuk". Perempuan cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus merunduk. Air matanya berderai tatkala dia berkata,
"Wahai Nabi Allah. Tolonglah saya, Doakan saya agar Allah SWT berkenan mengampuni dosa keji saya."
"Apakah dosamu wahai wanita ayu?" tanya Nabi Musa a.s terkejut.
"Saya takut mengatakannya." jawab wanita cantik.
"Katakanlah jangan ragu-ragu!" desak Nabi Musa.
Maka perempuan itupun terpatah bercerita,
"Saya ......telah berzina."
Kepala Nabi Musa terangkat, hatinya tersentak. Perempuan itu meneruskan,
"Dari perzinaan itu saya pun......lantas hamil. Setelah anak itu lahir, langsung saya....... Cekik lehernya sampai......tewas", ucap wanita itu seraya menangis sejadi-jadinya.
Nabi Musa berapi-api matanya. Dengan muka berang dia menghardik perempuan tersebut.
"Enyah kamu dari sini! Agar siksa Allah tidak jatuh ke dalam rumahku karena perbuatanmu. Pergi!"...teriak Nabi Musa sambil memalingkan mata karena jijik.


Perempuan berwajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah surut. Dia terhantuk-hantuk ke luar dari dalam rumah Nabi Musa. Ratap tangisnya amat memilukan. Ia tak tahu harus ke mana lagi hendak mengadu. Bahkan dia tidak tahu mau dibawa ke mana lagi kakinya. Bila seorang Nabi saja sudah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya?
Terbayang olehnya betapa besar dosanya, betapa jahat perbuatannya. Ia tidak tahu bahawa sepeninggalnya, Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa. Sang Ruhul Amin Jibril lalu bertanya,
"Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertobat dari dosanya?
Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripadanya?" Nabi Musa terperanjat.
"Dosa apakah yang lebih besar dari kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?" Maka Nabi Musa dengan penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril.
"Betulkah ada dosa yang lebih besar daripada perempuan yang nista itu?"
" Ada !" jawab Jibril dengan tegas.
"Dosa apakah itu?" tanya Musa kian penasaran.
("Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja dan tanpa menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina.)

Mendengar penjelasan ini Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk menghadap kembali kepadanya. Ia mengangkat tangan dengan khusyuk untuk memohonkan ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut.

Nabi Musa menyadari, orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja dan tanpa penyesalan adalah sama saja seperti berpendapat bahwa shalat itu tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Berarti mereka seakan-akan menganggap remeh perintah Allah SWT, bahkan seolah-olah menganggap Allah tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba-Nya. Sedang orang yang bertaubat dan menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh bererti masih mempunyai iman didadanya dan yakin bahwa Allah itu berada di jalan ketaatan kepada-Nya. Itulah sebabnya Allah SWT pasti mau menerima kedatangannya.

Dalam hadis Nabi SAW disebutkan : Orang yang meninggalkan shalat lebih besar dosanya dibanding dengan orang yang membakar 70 buah Al-Qur'an, membunuh 70 nabi Dan bersetubuh dengan ibunya di dalam Ka'bah. Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat sehingga terlewat waktu, Kemudian dia mengqadanya, maka dia akan disiksa dalam neraka selama satu huqub. Satu huqub adalah delapan puluh tahun. Satu tahun terdiri dari 360 Hari, sedangkan satu Hari di akhirat perbandingannya adalah seribu tahun di dunia

Maka marilah menyegerakan shalat jika sudah masuk waktunya atau mendengar adzan, dan untuk laki-laki datangilah masjid atau mushola untuk sholat berjamaah karena itu lebih utama.

Rabu, 07 September 2011

Nasihat Imam Asy-Syafi'i kepada Muridnya Imam Al-Muzany

Imam Muzany bercerita,”Aku menemui Imam Asy-Syafi’iy menjelang wafatnya, lalu aku berkata,”bagaimana keadaanmu pagi ini , wahai ustadzku?”

beliau menjawab, “Pagi ini aku akan melakukan parjalanan meninggalkan dunia, akan berpisah dengan kawan-kawanku, akan meneguk gelas kematian, akan menghadap kepada Allah dan akan menjumpai kejelekan amalanku. Aku tidak tau; apakah diriku berjalan ke syurga sehingga aku memberinya ucapan kegembiraan , atau berjalan ke neraka sehingga aku menghibur kesedihannya.”

Aku(Al-Muzany) berkata, “Nasihatilah aku”.

Asy-Syafi’iy berpesan kepadaku, “Bertaqwalah kepada Allah, parmisalkanlah akhirat dalam hatimu, jadikanlah kematian antara kedua matamu dan jangan lupa engkau akan berdiri di hadapan Allah. Takutlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla, jauhilah apa-apa yang Dia haramkan, laksanakanlah segala yang Dia wajibkan, hendaknya engkau bersama Allah di manapun engkau berada. Jadikanlah diammu sebagai tafakkur, pembicaraanmu sebagai Dzikir dan pandanganmu sebagai pelajaran. Maafkanlah orang yang mendzolimimu, sambunglah orang yang memutus silaturrahmi kepadamu, berbuat baiklah kepada siapa yang bebuat jelek kepadamu, bersabarlah tehadap segala musibah, berlindunglah kepada Allah dari api neraka dengan ketaqwaan.”

Aku(Al-Muzany) berkata “Tambahkanlah (nasihatmu) kepadaku.”

Beliau melanjutkan, “Hendaknya kejujuran adalah lisanmu, menepati janji adalah tiang tonggakmu, rahmat adalah buahmu, kesyukuran sebagai thaharahmu, kebenaran sebagai perniagaanmu, kasih sayang adalah perhiasanmu, kecerdikan adalah daya tangkapmu, ketaatan sebagai mata pencaharianmu, ridha sebagai amanahmu, pemahaman adalah penglihatanmu, rasa harap adalah kesabaranmu, rasa takut sebagai jilbabmu, shadaqoh sebagai pelindungmu dan zakat sebagai bentengmu. Jadikanlah rasa malu sebagai pemimpinmu, sifat tidak tegesa-gesa sebagai menterimu, tawakkal sebagai baju tamengmu, dunia sebagai penjaramu dan kefakiran sebagai pembaringanmu. Jadikanlah kebenaran sebagai pemandumu, haji dan jihad sebagai tujuanmu, Al-Qur’an sebagai pembicaramu dengan kejelasan, jadikanlah Allah sebagai penyejukmu. Siapa yang sifatnya seperti ini maka syurga adalah tempat tinggalnya.”


Kemudian Asy-Syafi’iy mengangkat pandangannya ke arah langit seraya menghadirkan susunan ta’bir. Lalu beliau bersyair:

Kepada-Mu -wahai Ilâh segenap makhluq, wahai pemilik anugerah dan kebaikan-,

kuangkat harapanku, walaupun aku ini seorang yang bergelimang dosa.
Tatkala hati telah membatu dan sempit segala jalanku,

kujadikan harapan pengampunan-Mu sebagai tangga bagiku

Kurasa dosaku teramatlah besar, namun tatkala dosa-dosa itu

kubandingkan dengan maaf-Mu -wahai Rabb-ku-, ternyata maaf-Mu lebihlah besar

Terus menerus Engkau Maha Pemaaf dosa, dan terus-menerus

Engkau memberi derma dan maaf sebagai nikmat dan pemuliaan.

Andaikata bukan karena-Mu, tidak seorang pun ahli ibadah yang tersesat oleh iblis

bagaimana tidak, sedang dia pernah menyesatkan kesayangan-Mu, Adam.

Kalaulah Engkau memaafkan aku, maka Engkau telah memaafkan
seorang yang congkak, zholim lagi sewenang-wenang, yang masih terus berbuat dosa.

Andai kata Engkau menyiksaku, tidaklah aku berputus asa,
walaupun diriku telah Engkau masukkan ke dalam Jahannam lantaran dosaku.

Dosaku sangatlah besar, dahulu dan sekarang, namun maaf-Mu -wahai Maha Pemaaf- lebih tinggi dan lebih besar.”


[Tarikh Ibnu Asâkir juz 51 hal. 430-431]

Selasa, 06 September 2011

Do'a yang tak Kunjung Terkabul


doa_mustajabJika seorang muslim berdoa pada Allah agar diberi rizki dan diberi keturunan, akan tetapi doanya tak kunjung pula terkabulkan, apakah seperti itu adalah buah dari tidak diterimanya amalan? Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanyakan seperti di atas. Lalu jawaban beliau rahimahullah,
Ada berbagai faktor yang menyebabkan doa tak kunjung dikabulkan. Doa tersebut tidak terkabul boleh jadi karena jeleknya amalan, maksiat dan kejelekan yang seseorang perbuat. Boleh jadi juga sebabnya adalah karena makan makanan yang haram. Juga bisa jadi karena ia berdoa biasa dalam keadaan hati yang lalai. Boleh jadi pula karena sebab lainnya sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan dalam hadits,
ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا. قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ  اللَّهُ أَكْثَرُ
Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.[1]

Bisa jadi tidak terkabulnya doa seorang hamba karena maksiat yang ia perbuat, karena hatinya yang lalai saat memanjatkan doa, atau karena memakan yang haram. Atau mungkin juga doa seseorang tak kunjung terkabul karena Allah Ta’ala memilih yang terbaik untuknya dengan Allah mengganti apa yang ia minta dengan yang lebih bermanfaat di surga dan akhirat kelak. Atau bahkan Allah menggantinya dengan sesuatu di akhirat dan di surga yang kekal. Bisa jadi pula Allah mengganti permintaan hamba tadi dengan maslahat lainnya dengan Allah menghindarkan darinya berbagai keburukan. Bisa jadi Allah menghindarkan darinya kejelekan tanpa ia sadari. Itulah karena doa yang ia panjatkan pada Allah. Inilah yang terbaik sesuai dengan hikmah Allah. Allah bisa jadi mengabulkan doanya dengan memberikannya anak, rumah atau istri. Boleh jadi pula Allah palingkan dari kejelekan dengan sebab doa dan mengganti dengan yang lebih manfaat sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas.

Dalil bahwa do’a dengan hati yang lalai sebab do’a sulit terkabul,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.[2]

Dalil pengaruh makanan yang haram terhadap do’a,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyib (baik). Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: 'Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' Dan Allah juga berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan kepadamu.'" Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?"[3]

Jadi maksiat dan makan makanan yang haram, itu juga adalah sebab penghalang terkabulnya do’a. Begitu pula hati yang lalai dalam berdoa, itu pula salah satu penghalang. Atau barangkali Allah beri kita yang terbaik dan mengganti dengan yang lebih baik dari doa yang kita minta.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

[1] HR. Ahmad 3/18, dari Abu Sa'id. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid
[2] HR. Tirmidzi no. 3479, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
[3] HR. Muslim no. 1015

Don’t give up! Teruslah banyak berdoa dan terus introspeksi diri. Wallahu waliyyut taufiq.

Rabu, 06 Juli 2011

Ayo Kita Sambut Bulan Ramadhan

Untuk menyambut bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan datang marilah kita mengingat lagi, pentingnya bulan suci ini seperti dituturkan Rasulullah pada akhir bulan Syaban.


“Wahai manusia, sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yg paling utama.
Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tetamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.

Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu, kelaparan dan kehausan di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya. Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.

Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.
Wahai manusia! Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa)-mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.
Ketahuilah, Allah Ta’ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengadzab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabbal-alamin.

Wahai manusia, barangsiapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu.
(Seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.” Rasulullah meneruskan khotbahnya, “Jagalah dirimu dari api neraka walau pun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walau pun hanya dengan seteguk air.”)

Wahai manusia, siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini, ia akan berhasil melewati Sirathal Mustaqim pada hari ketika kaki-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat. Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.
Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardu di bulan lain.
Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Quran pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu.”

(Aku –Ali bin Abi Thalib yang meriwayatkan hadits ini– berdiri dan berkata, “Ya Rasulullah, apa amal yang paling utama di bulan ini?” Jawab Nabi, “Ya Abal Hasan, amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah”.)

Rabu, 22 Juni 2011

Memahami Makna Rizki

Definisi dan Cakupannya

Sebagian para ulama mendefinisikan, rizki adalah sesuatu yang Allah berikan kepada seluruh makhluk hidup berupa makanan. Asy-syaukani mengatakan, “Rizki adalah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh makhluk hidup berupa makanan dengan semua jenisnya.” Definisi ini membatasi rizki hanya pada sesuatu yang manusia nikmat untuk memenuhi kebutuhan jasadnya saja.

Dalam Al-Quran, rizki dalam bentuk ini terdapat dalam ayat, Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati rizki (makanan) di sisinya… (QS Ali ‘Imran: 37)

“Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami),(QS Qaaf: 10-11)

Adapun dalam “Al-Qamush” dikatakan, “Rizki adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh penerima rizki tersebut.” Di sini makna rizki lebih bersifat umum. Kata rizki menunjuk segala sesuatu yang bernilai manfaat.

Dari makna yang cakupannya luas ini rizki tidak hanya berbentuk harta benda atau materi. Rizki mencakup sesuatu yang memenuhi kebutuhan lahir seperti makanan dan minuman, karena manusia tidak akan dapat mempertahankan hidupnya tanpa makan dan minum. Rizki juga mencakup sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan rohani seperti ilmu dan pengetahuan, karena ilmu dan pengetahuan bermanfaat untuk hati dan pikiran. Dengan ilmu, hati dan pikiran mendapat nutrisi yang menyehatkan. Manusia menjadi memiliki kekuatan berpikir positif. Seperti badan menjadi kuat dengan asupan gizi dari makanan. Hati pun menjadi jernih, tidak kotor lagi oleh aneka penyakit yang memekatkan dengan ilmu yang benar.

Rizki Akhirat

Rizki juga tidak hanya didunia. Allah menyungkapkan balasan bagi orang-orang mukmin kelak di hari kiamat dengan bahasa “Rizki yang mulia”.

Dan barang siapa diantara kamu sekalian (isteri-isteri nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang mulia. (QS Al-ahzab:31)

Inilah rizki yang paling agung, paling baik, paling banyak, paling suci, paling nikmat dan paling mulia dari segala sisi. Rizki ukhrawi yang disediakan bagi para pencari rizki hakiki itu tidak ada bandingan, tidak dapat dijangkau dengan pengetahuan manusia. Allah menggambarkannya dalam hadis qudsi,

“Aku sediakan bagi hamba-hambaKu yang shaleh balasan (kenikmatan) yang tidak ada satu mata pun yang pernah melihatnya, tidak ada satu telinga pun yang pernah mendengarnya dan tidak pernah terlintas sedikit pun dalam hati manusia.” (HR Bukhari Muslim)

Perhatikan firman Allah yang menggetarkan berikut ini,

Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.(QS As-Sajdah: 17)

Menyoal pemahaman

Manusia saat ini lebih terbiasa dengan kata rizki yang bermakna serba materi. Walaupun pada hakikatnya tidak demikian, makna materi lebih dominan difahami oleh mayoritas orang. Jika mereka mendengar kata rizki, bayangannya langsung tertuju pada harta dan kekayaan. Seringkali juga manusia tidak menganggap sesuatu selain harta benda dan uang sebagai rizki, walaupun sesuatu itu juga bermanfaat baginya. Beban berat mampu ia tanggung saat mencari uang, tapi halangan paling ringan saat mencari ilmu agama dan mengamalkannya tidak mampu ia lewati.

Atau, banyak manusia yang bisa berterima kasih saat diberikan harta atau bantuan lain yang bersifat dunia, namun tidak merasa harus berterima kasih ketika disampaikan padanya nasehat dan ilmu. Banyak manusia yang lebih menghormati orang berharta daripada orang yang berilmu. Sangat gembira saat mendapatkan uang, tapi tidak bersyukur atas hidayah. Hingga seolah-olah syukur itu hanya dilakukan saat mendapatkan kesenangan-kesenangan dan nikmat-nikmat yang bersifat duniawi saja seperti harta, anak, jabatan, kesembuhan dan kesehatan.

Memaknai rizki dengan harta dan kekayaan memang tidak salah. Semua kenikmatan yang manusia rasakan di dunia ini merupakan bagian dari rizki yang Allah karuniakan kepada mereka. Namun, jika pemaknaan ini menjadikan manusia memandang bahwa kemanfaatan hanya ada pada nilai materi tentu keliru. Pandangan ini bahkan cukup berbahaya.

Pandangan dari pemaknaan seperti itu bisa berimbas pada prilaku yang cenderung meterialis, selalu mengutamakan rizki materi daripada rizki-rizki lain yang mungkin jauh lebih bermanfaat seperti ilmu, nasehat dan hidayah tadi, yang dengannya manusia akan mampu mengenal dan mengamalkan keimanan dan keislamannya dengan baik.

Iman dan islam merupakan keutamaan dan rahmat Allah yang paling layak manusia syukuri. Perasaan gembira saat mendapat hidayah, berada di atas tauhid yang murni, akidah yang benar, ibadah yang sesuai dengan sunnah seharusnya melebihi kebahagiaan apapun. Karena itu semua lebih baik dari dunia dan segala isinya. Perhatikan firman Allah berikut ini,

Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Rizki Khusus dan Umum

Dari sisi yang lain, para ulama juga menjelaskan bahwa rizki dibagi menjadi dua macam:

1. Rizki khusus, yaitu rizki halal yang Allah berikan hanya bagi orang-orang yang beriman. Rizki ini merupakan rizki yang bermanfaat, yang digunakan oleh orang-orang yang beriman sebagai penolongnya dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah. Ini sesuai dengan firman Allah,

Katakanlah: Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik? Katakanlah: Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (Al-‘Araf: 32)

Inilah sebetulnya tujuan Allah memberikan rizki kepada manusia. Agar dengannya manusia memiliki kekuatan untuk beribadah. Rasa syukur atas semua kenikmatan yang ada dalam ‘paket’ bernama rizki itu harus manusia wujudkan dalam amal-amal yang diridhoi oleh Pemberinya, yaitu Allah ‘azza wa jalla.

Dari pengertian rizki khusus ini, berarti hanya rizki yang ‘berlabel’ halal saja yang dapat dikatakan sebagai rizki yang hakiki, mengacu juga kepada makna rizki sebagai sesuatu yang selalu memiliki nilai manfaat tadi. Begitu juga rizki yang dikatakan sebagai rizki khusus ini hanya meliputi pemberian-pemberian Allah atas makhluk-Nya yang digunakan untuk investasi ukhrawi berupa ibadah dan ketaatan.

2. Rizki umum, yaitu rizki yang diberikan kepada semua makhluk hidup tanpa terkecuali, orang muslim atau kafir. Dengan rizki ini semua makhluk hidup bisa mempertahankan hidupnya, baik halal atau haram. Allah berfirman,

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS Hud: 6)

Jaminan rizki ini berlaku untuk semua makhluk, tanpa terkecuali. Semua makhluk di dunia ini akan Allah beri kecukupan rizkinya.

Wallahu a’lam bis-shawab

Selasa, 07 Juni 2011

Banyak Jalan Menuju Kebaikan

Dari Abu Dzar radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadaku:
لاَ تُحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئاً وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Janganlah sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sekecil apapun, walaupun itu berupa berjumpa dengan saudaramu dengan wajah yang ceria.” (HR. Muslim no. 2626)

Dari Abu Dzar radhiallahu anhu bahwa ada beberapa orang sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, para orang-orang kaya telah pergi mendahului kami dengan membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, akan tetapi mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta yang mereka miliki.” Maka beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ ما تَصَدَّقُوْنَ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ وكل تَحْمِيْدَةٍ صدقة، وكل تَهْلِيْلَةٍ صدقة، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ صدقة، وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صدقة، وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صدقة. قالُوا: يا رسولَ اللهِ أَيَأْتِي أَحَدُنا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْها أَجْرٌ؟ قالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَها فِي حَرامٍ أَكانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَها فِي الْحَلالِ كانَ لَهُ أَجْرٌ
“Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian sesuatu yang kalian bisa sedekahkan? Sesungguhnya setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan pada kemaluan kalian juga terdapat sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah orang yang mendatangi syahwatnya di antara kami juga akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika dia menyalurkan syahwatnya pada sesuatu yang haram, apakah dia akan mendapat dosa? Maka demikian pula jika dia menyalurkannya pada sesuatu yang halal, dia pun akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim no. 1006)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ سُلامَى مِنَ النّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ: تَعْدِلُ بَيْنِ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْها أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْها مَتاعَهَ صدقة، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صدقة، وَبِكُلِّ خَطْوَةٍ تَمْشِيْها إِلَى الصَّلاةِ صدقة، وَتُمِيْطُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صدقة
“Setiap ruas tulang manusia mempunyai kewajiban untuk bersedekah setiap harinya. Berbuat adil di antara dua orang yang bertikai adalah sedekah, menolong seseorang untuk menaiki kendaraannya atau menaikkan barangnya di atas kendaraannya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah menuju shalat adalah sedekah, dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Al-Bukhari no. 2707 dan Muslim no. 1009)

Dari Abu Dzar radhiallahu anhu dia berkata:
قُلْتُ: يا رسولَ اللهِ أَيُّ الأَعْمالِ أَفْضَلُ؟ قال: اَلإيْمانُ بِاللهِ وَالْجِهادُ فِي سَبِيْلِهِ. قلت: أي الرِّقابِ أفضل؟ قال: أَنْفَسُها عِنْدَ أَهْلِها وَأَكْثَرُها ثَمَناً. قلت: فَإِنْ لَمْ أَفْعَلْ؟ قال: تُعِيْنُ صانِعاً أَوْ تَصْنَعُ لِأَخْرَقٍ. قلت: يا رسولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ ضَعِفْتُ عَنْ بَعْضِ الْعَمَلِ؟ قال: تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النّاسِ صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَى نَفْسِكَ
“Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya.” Saya bertanya lagi, “Pembebasan budak mana yang paling utama?” Beliau menjawab, “Budak yang paling berharga dan paling mahal di mata pemiliknya.” Saya bertanya lagi, “Jika saya tidak mampu melakukannya?” Beliau menjawab, “Kamu membantu seorang pekerja atau membuatkan sesuatu untuk orang yang kurang pandai bekerja.” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda jika saya tidak mampu mengerjakan sebagian amalan?” Beliau menjawab, “Kamu tidak berbuat jelek kepada orang lain merupakan sedekah kamu atas dirimu.” (HR. Muslim no. 136)

Penjelasan ringkas:
Di antara rahmat Allah kepada para hamba-Nya adalah Dia menetapkan untuk mereka banyak jalan-jalan kebaikan, mulai dari yang besar sampai yang kecil. Di antara hikmahnya tentu saja agar setiap hamba-Nya bisa berbuat kebaikan sesuai dengan keadaan dan kesempatan yang masing-masing mereka miliki dan agar kebaikan itu tidak hanya bisa dilakukan oleh segolongan kaum muslimin.

Tidak hanya sampai di situ rahmat Allah. Setelah Dia memudahkan untuk mereka berbagai jenis amalan kebaikan, Allah juga berjanji bahwa amalan baik sekecil apapun tidak akan ada yang luput dari perhitungan Allah dan Dia pasti akan memberikan pahala yang besar atasnya.

Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Dan apa saja yang engkau semua lakukan dari kebaikan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 215)

Allah Ta’ala juga berfirman (artinya), “Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat timbangan debu, maka Ia akan mengetahuinya.” (QS. Az-Zalzalah: 7)

Dan Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal shalih, maka perbuatannya itu akan menguntungkan dirinya sendiri.” (QS. Al-Jatsiyah: 15)

Dan masih banyak dalil-dalil lain yang menyebutkan satu persatu kebaikan-kebaikan kecil yang berpahala besar. Imam An-Nawawi rahimahullah telah membuat satu bab khusus dalam Riyadh Ash-Shalihin mengenai masalah ini pada Bab XIII. untuk itu silakan merujuk padanya.

Semoga akan menambah semangat kita untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang telah disediakan dan dimudahkan jalan-jalannya oleh Allah SWT.

Pelaku Riya` Penghuni Pertama Neraka

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisap pada hari Kiamat ialah seseorang yang mati syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, lantas Dia bertanya: ‘Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku? Dia menjawab: ‘Saya berjuang dan berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.’ Allah berfirman: ‘Dusta kamu, sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani. Kini kamu telah menyandang gelar tersebut.’ Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan didatangkan pula seseorang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, Allah bertanya: ‘Apa yang telah kamu perbuat? ‘ Dia menjawab, ‘Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur’an demi Engkau.’ Allah berfirman: ‘Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur’an agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan seorang laki-laki yang di beri keluasan rizki oleh Allah, kemudian dia menginfakkan hartanya semua, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.’ Allah bertanya: ‘Apa yang telah kamu perbuat dengannya?’ dia menjawab, ‘Saya tidak meninggalkannya sedikit pun melainkan saya infakkan harta benda tersebut di jalan yang Engkau ridlai.” Allah berfirman: ‘Dusta kamu, akan tetapi kamu melakukan hal itu supaya kamu dikatakan seorang yang dermawan, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu.’ Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 1905)

Penjelasan ringkas:
Orang yang pertama kali dibakar di dalam neraka dari kalangan para muwahhidin pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid, orang yang berilmu, dan orang yang dermawan. Hal itu dikarenakan bersamaan dengan banyak dan besarnya ibadah mereka secara zhahir, akan tetapi mereka tidak mengikhlaskan semua ibadah mereka tersebut hanya untuk Allah Ta’ala, tapi mereka justru menghendaki dengan semua ibadah mereka untuk mendapatkan pujian di dunia. Karenanya Allah Ta’ala memberikan kepada mereka apa yang mereka inginkan dari dunia ini, akan tetapi sebagai balasannya Dia menyiksa mereka di akhirat sebagai balasan atas kesyirikan yang mereka perbuat dalam ibadah mereka. Ini menunjukkan bahwasanya pelaku syirik kecil akan terlebih dahulu merasakan panasnya api neraka sebelum pelaku kesyirikan besar dari kalangan para penyembah berhala, na’udzu billahi min dzalik.

Sabtu, 28 Mei 2011

Kesabaran Rasulullah kepada Pengemis Yahudi Buta

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, "Jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya."

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah saw mendatanginya dengan membawakan makanan. Tanpa berucap sepatah kata pun, Rasulullah menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu, sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah Muhammad orang yang selalu ia caci maki dan sumpah serapahi.

Rasulullah saw melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat. Setelah wafatnya Rasulullah saw praktis tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abubakar berkunjung ke rumah anaknya Aisyah, yan g tidak lain tidak bukan merupakan istri Rasulullah. Ia bertanya kepada anaknya itu, "Anakku, adakah kebiasaan Rasulullah yang belum aku kerjakan?"

Aisyah menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja." “Apakah Itu?" tanya Abubakar penasaran. Ia kaget juga karena merasa sudah mengetahui bagaimana kebiasaan Rasulullah semasa hidupnya. "Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana," kata Aisyah.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, "Siapakah kamu ?"
Abubakar menjawab, "Aku orang yang biasa." "Bukan! Engkau bukan ora ng yang biasa mendatangiku," bantah si pengemis buta itu dengan ketus "Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku."

Abubakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah saw."

Seketika itu juga kaget pengemis itu. Ia pun menangis mendengar penjelasan Abubakar, dan kemudian berkata, "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... " Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar saat itu juga dan sejak hari itu menjadi Muslim.

Kamis, 26 Mei 2011

" Aku hanyalah seorang hamba "

Segala puji bagi Allah Rab seru sekalian alam. Yang telah memberi kita nikmat Iman dan Islam,Serta nikmat sehat . Salawat dan Salam kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, Keluarganya serta para sahabatnya.

Kita sebagai umat yang mengaku sebagai umat Rasulullah SAW sudah menjadi kewajiban kita meneladani apa-apa yang dilakukan dan disyariatkannya, berikut adalah sebagaian kecil teladan hidup sehari-hari yang bisa kita renungkan apakah yang kita lakukan selama ini sudah mencontoh apa yang telah dicontohkan nabi kita Muhammad SAW.
Kalau ada pakaian yang sobek, Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual. Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang telah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur.

Rasulullah juga sangat romatis kepada istri-istrinya. Beliau selalu menggandengan tangan istrinya jika keluar rumah . Rasulullah SAW pernah bersabda, "Apabila pasangan suami istri berpegangan tangan, dosa-dosa akan keluar melalui celah-celah jari mereka".

Rasulullah SAW selalu berpegangan tangan dengan Aisyah ketika di dalam rumah. Beliau acapkali memotong kuku istrinya, mandi janabat bersama, atau mengajak salah satu istrinya bepergian, setelah sebelumnya mengundinya untuk menambah kasih dan sayang di antara mereka.

Baginda Nabi SAW juga selalu memanggil istri-istrinya dengan panggilan yang menyenangkan dan membuat hati berbunga-bunga. "Wahai si pipi kemerah-merahan" adalah contoh panggilan yang selalu beliau ucapkan tatkala memanggil Aisyah.

Itulah sedikit contoh romantisme Rasulullah SAW yang dapat kita teladani dan praktekkan dalam kehidupan berumahtangga. Tentu, masih banyak contoh romantisme lainnya.

Dalam salah satu riwayat dikisahkan, Aisyah, istri beliau menceritakan “Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumahtangga. Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula kembali sesudah selesai sholat.”

Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar.
Maka Nabi bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang artinya ‘Wahai yang kemerah-merahan’)

‘Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.”

Rasulullah lantas berkata, “Jika begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya.

Sebaliknya baginda sangat marah tatkala melihat seorang suami memukul isterinya. Rasulullah menegur, “Mengapa engkau memukul isterimu?”.

Kemudian dijawab dengan agak gemetar, “Isteriku sangat keras kepala. Sudah diberi nasihat dia tetap bandel, jadi aku pukul dia.”

“Aku tidak bertanya alasanmu,” sahut Nabi SAW “Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu dari anak-anakmu?”

Pernah baginda bersabda, “Sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya.”

Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda dalam menjadi kepala keluarga langsung tidak sedikitpun menjatuhkan martabat kedudukannya sebagai pemimpin umat.

Pada suatu ketika baginda menjadi imam sholat. Dilihat oleh para sahabat, gerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain.

Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah selesai sholat, “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, sakitkah engkau ya Rasulullah?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar.”
“Ya Rasulullah... mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh tuan? Kami yakin engkau sedang sakit...” desak Umar penuh cemas.

Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.

“Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan menolong/ mendapatkannya buat tuan?”

Lalu baginda menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu.Tetapi apakah yg akanku jawab di hadapan ALLAH SWT nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban pada umatnya?”

“Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH SWT buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”

Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor. Hanya diam dan bersabar bila kain rida’nya direntap dengan kasar oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya. Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencingi si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.

Mengenang pribadi yang amat halus ini, timbul persoalan dalam diri kita... adakah lagi bayangan pribadi baginda Rasulullah SAW hari ini? Apa yang kedengaran sehari-hari sebagaimana yang diberitakan oleh media massa, hanyalah cerita-cerita derita akibat sikap mereka-mereka yang tidak berperanan di tempatnya. Amat sulit mencari seorang manusia yang sanggup mengorbankan kepentingan diri untuk orang lain semata-mata karena takut ALLAH SWT, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah.

Apakah rahasia yg menjadikan jiwa dan akhlak baginda begitu indah? Apakah yang menjadi rahasia kehalusan akhlaknya hingga sangat memikat dan menjadikan mereka yang dekat dengannya begitu tinggi kecintaan padanya. Apakah kunci kehebatan pribadi baginda yang bukan saja sangat bahagia kehidupannya walaupun di dalam kesusahan dan penderitaan, bahkan mampu pula membahagiakan orang lain tatkala di dalam derita.

Nur Muhammad, itulah yang ALLAH SWT ciptakan untuk semua makhluk, karenanya mempunyai kekuatan mendalam paling unggul. Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH SWT dan rasa kehambaan yang sudah sebati dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ego/ketuanan.

Seolah-olah anugerah kemuliaan dari ALLAH SWT tidak dijadikan sebab untuknya merasa lebih dari yang lain, ketika di depan kalayak maupun saat sendirian. Ketika pintu Syurga telah terbuka seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih lagi berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah hingga pernah baginda terjatuh lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak.

Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi. Jika ditanya oleh Sayidatina ‘Aisyah, “Ya Rasulullah, bukankah engaku telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?”

Jawab baginda dengan lunak, “Ya ‘Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur.”

Allahumma shali ala sayidina Muhammad, wa ala ali sayidina Muhammad
 
Semoga bermanfaat

Jumat, 29 April 2011

Thaharah / Bersuci

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).
 
Hukum Thaharah
1. Dalil Normatif Thaharah
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah. Allah Taala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).

Allah juga berfirman, “Dan, pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Mudatstsir: 4).

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah: 222).

Rasulullah bersabda (yang artinya), “Kunci salat adalah bersuci.” Dan sabdanya, “Salat tanpa wudu tidak diterima.” (HR Muslim). Rasulullah saw. Bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR Muslim).

2. Penjelasan tentang Thaharah
Thaharah itu terbagi menjadi dua bagian: lahir dan batin. Thaharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, khianat, sombong, ujub, riya, dan sum’ah dengan ikhlas, yakin, cinta kebaikan, lemah lembut, benar, tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT dengan semua niat dan amal saleh.

Adapun thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudu, mandi, atau tayammum).
Thaharah dari najis adalah menghilangkan najis dengan air yang suci, baik dari pakaian orang yang hendak salat, badan, ataupun tempat salatnya. Thaharah dari hadats adalah dengan wudu, mandi, atau tayamum.

Alat Thaharah
Thaharah bisa dilakukan dengan dua hal.

1. Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa pun dari najis, seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut, berdasarkan dalil-dalil berikut. “Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci.” (Al-Furqan: 48). Rasulullah saw. bersabda,”Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya.” (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif, namun mempunyai sumber yang sahih).

2. Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw. bersabda, “Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku.” (HR Ahmad).

Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman, “…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci.” (An-Nisa: 43).

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya.” (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).

“Rasulullah saw. mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari jinabat pada malam yang sangat dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan dirinya jika ia mandi dengan air yang dingin.” (HR Bukhari).

Penjelasan tentang Hal yang Najis
Hal-hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang manusia, berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci.” (HR Muslim).

Sumber: Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi

Rabu, 27 April 2011

ISTERI -ISTERI TELADAN DALAM ISLAM

Zainab binti Muhammad
Zainab telah wafat sejak 15 abad yang lalu, tetapi dia 
meninggalkan kenangan terbaik dan menjadi contoh terbaik dalam
hal kesetiaan sebagai isteri, keikhlasan cinta dan ketulusan
iman.
         Zainab dilahirkan pada tahun 30 setelah kelahiran Nabi
SAW. Ketika mencapai usia perkawinan, bibinya, Halah binti 
Khuwailid, saudara Ummul Mu'minin Khadijah meminang untuk pute-
ranya, Abil Ash bin Rabi'. Semua pihak setuju dan ridha. Zainab
binti Muhammad SAW diboyong ke rumah Abil Ash bin Rabi'. [Ibnu
Sa'ad menyebutkan bahwa Abil Ash mengawini Zainab sebelum Nabi
SAW diangkat menjadi Nabi. Imam Adz-Dzahabi berkata : Ini adalah
jauh. Kemudian dia berkata : Zainab masuk Islam dan hijrah 6
tahun sebelum suaminya masuk Islam.
        Khadijah pergi menemui kedua suami isteri yang saling
mencintai itu dan mendoakan agar keduanya mendapatkan berkah.
Kemudian dia melepas kalungnya dan menggantungkannya ke leher
Zainab sebagai hadiah bagi pengantin. Perkawinan itu berlangsung
sebelum turun wahyu kepada ayahnya, Nabi SAW. Ketika cahaya Tuhan-
nya menerangi bumi, Zainab pun beriman. Akan tetapi Abil Ash tidak
mudah meninggalkan agamanya. Maka kedua suami isteri itu merasa
bahwa kekuatan yang lebih kuat dari cinta mereka berusaha memisah-
kan antara keduanya. 
Abil Ash tetap membangkang dan berkata :"Tidak akan terca-
pai tujuan di antara kita, wahai Zainab, kecuali engkau tetap dalam
agamamu dan aku tetap dalam agamaku." Adapun Zainab, maka dia ber-
kata :"Sabarlah, wahai suamiku, Engkau tidak halal bagiku selama
engkau tetap memeluk agama itu. Maka serahkan aku kepada ayahku
atau masuklah Islam bersamaku. Zainab tidak akan menjadi milikmu
sejak hari ini, kecuali bila engkau beriman pada agama yang aku
imani."
        Pasangan suami isteri itu terdiam sebentar sambil merenung.
Keduanya sadar ketika terdengar suara yang membisikkan kepada kedua-
nya :"Jika agama memisahkan antara kedua jasad mereka, maka cinta
mereka akan tetap ada hingga keduanya dipersatukan oleh sebuah agama."
        Hari-hari berlalu dalam keadaan ini setelah Rasulullah SAW
hijrah ke Madinah. Pasukan Quraisy berangkat menuju Badr untuk meme-
rangi Rasul SAW dan di antara mereka terdapat Abil Ash bin Rabi',
bukan untuk menyatakan ke-Islamannya, tetapi untuk memerangi Rasul
SAW. Situasi menjadi kritis ketika Abil Ash jatuh menjadi tawanan
di tangan kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah SAW di Madinah.
Kemudian kaum Quraisy mengutus orang untuk menebus tawanan-tawanannya.
Zainab pun mengirimkan harta dan sebuah kalung untuk menebus tawanan-
nya, Abil Ash bin Rabi'. Ketika Rasulullah SAW melihat kalung itu, 
beliau merasa iba hatinya dan bersabda :"Jika kalian tidak keberatan
melepaskan tawanan dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah."
Mereka menjawab :"Baiklah, wahai Rasulullah." Kemudian mereka melepas-
kannya dan mengembalikan harta milik Zainab. Di sini Rasulullah SAW
mendapat janji dari Abil Ash untuk membebaskan Zainab dan mengembali-
kannya kepada beliau di Madinah.
        Abil Ash kembali ke Mekkah dan di dalam jiwanya terdapat 
gambaran yang lebih cemerlang dari isteri yang berbakti dan mulia ini.
Maka dia kembali bukan untuk berterima kasih atas kebaikan Zainab ke-
padanya, akan tetapi untuk berkata keapdanya :"Kembalilah kepada ayah-
mu, wahai Zainab." Dia telah memenuhi janjinya kepada Rasulullah SAW
untuk membiarkan Zainab pergi kepada Nabi SAW. Abil Ash tidak kuasa
menahan tangisnya dan tidak dapat mengantarkannya ke tepi dusun di
luar Mekkah, di mana telah menunggu Zaid bin Haritsah dan seorang laki-
laki Anshor. 
        Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang
dia mengetahui bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir selama kekua-
saan agama ini berdiri di antara kedua hati dan masing-masing berpe-
gang pada agamanya. Abil Ash berkata kepada saudaranya, Kinanah bin
Rabi' :"Hai, Saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukannya dalam
jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy di sampingnya
dan engkau tentu tahu bahwa aku tidak sanggup meninggalkannya. Maka
temanilah dia menuju tepi dusun, di mana telah menungggu dua utusan
Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan
perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita ter-
pelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang peng-
habisan." 
        Di saat Zainab sedang bersiap-siap untuk menyusul ayahnya,
datanglah Hind binti Utbah, menemuinya, dan dia berkata :"Wahai, puteri
Muhammad, aku mendengar bahwa engkau akan menyusul ayahmu !" Zainab
menjawab :"Aku tidak ingin melakukannya." Hind berkata :"Wahai puteri
pamanku, jangan engkau lakukan. Jika engkau mempunyai keperluan akan
suatu barang yang menjadi bekal dalam perjalananmu atau harta yang
hendak engkau sampaikan kepada ayahmu, maka aku akan memenuhi keper-
luanmu. Maka janganlah engkau segan kepadaku, karena sesuatu yang
masuk di antara orang-orang lelaki tidaklah masuk di antara orang-
orang wanita." Zainab berkata : "Demi Allah, aku tidak melihatnya
mengatakan hal itu, kecuali untuk melakukannya, tetapi aku takut
kepadanya. Maka aku menyangkal bahwa aku akan pergi dan aku pun ber-
siap-siap."
        Setelah menyelesaikan persiapannya, iparnya, Kinanah bin Rabi'
menyerahkan kepada Zainab seekor unta, lalu dinaikinya. Kinanah meng-
ambil busur dan anak panahnya. Kemudian dia keluar membawa Zainab di
waktu siang dan Zainab duduk di dalam pelangkinnya, sementara Kinanah
menuntun untanya. Akan tetapi, apakah Quraisy membiarkannya keluar 
setelah mereka mengalami kekalahan di Badr. Bagaimana dia boleh keluar
sementara orang-orang melihat dan mendengarnya ?
        Tidak...sekali lagi tidak ! Banyak orang laki-laki Quraisy 
telah membicarakan hal itu. Maka keluarlah mereka untuk mencarinya
hingga mereka berhasil menyusul di Dzi Thuwa. Yang pertama kali me-
nemukannya adalah Habbar bin Aswad bin Muththalib dan Nafi' bin Abdul
Qais. Habbar menakutinya dengan tombak. Di saat itu Zainab berada di
dalam pelangkinnya dan dia sedang dalam keadaan hamil. Ketika pulang,
dia mengalami keguguran kandungannya. 
        Iparnya marah dan berkata kepada para penyerang :"Demi Allah,
tidak seorang pun yang mendekat kepadaku, melainkan aku akan memanah-
nya." Maka orang-orang bubar meninggalkannya. Abu Sufyan bersama rom-
bongan Quraisy datang kepadanya dan berkata :"Hai, orang laki-laki,
tahanlah panahmu hingga aku berbicara kepadamu." Maka Kinanah menahan
panahnya. Abu Sufyan datang menghampirinya dan berkata :"Tindakanmu
tidak tepat. Engkau keluar membawa wanita secara terang-terangan di
hadapan orang banyak. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kehinaan yang
menimpa kita akibat musibah dan bencana yang telah kita alami sebelum-
nya. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kelemahan kita. Demi umurku,
kami tidak perlu mencegahnya untuk pergi kepada ayahnya. Kami tidak
ingin membalas dendam, tetapi kembalikan wanita itu."
        Tatkala suara sudah reda, Kinanah membawa Zainab pada waktu
malam, lalu menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan temannya.
Keduanya pergi mengantarkan Zainab kepada Rasulullah SAW. Suami isteri
jadi berpisah. Tidak ada jalan untuk bertemu. Abil Ash tinggal di Makkah
menyendiri dengan pikiran kacau dan hati terluka. Zainab pun tinggal di
Madinah dengan badan yang sakit dan hati yang lemah. Kalau saja bukan
karena iman dan takwa yang menguatkan tekadnya, tentu dia lekas mati dan
tidak dapat bertemu.
        Tahun demi tahun berlalu, Abil Ash keluar bersama kafilah 
dagangnya menuju Syam. Dalam perjalanan pulang dia berjumpa pasukan
Rasulullah SAW yang berhasil merampas hartanya, akan tetapi dia bisa
lolos. Dia telah kehilangan hartanya dan harta titipan orang banyak.
Abil Ash tidak dapat mengembalikan barang-barang titipan itu kepada 
para pemiliknya. Maka apa yang harus dilakukannya ? 
        Dia teringat Zainab yang memberinya imbalan berupa cinta dan
kesetiaan. Maka Abil Ash memasuki Madinah pada waktu malam dan mohon
kepada Zainab agar melindungi dan membantunya untuk mengembalikan 
hartanya. Maka Zainab pun melindunginya. Orang-orang berlari ke masjid
Rasulullah SAW, bertakbir bersama kaum Muslimin. Tiba-tiba terdengar
suara teriakan di belakang dinding :"Hai, orang-orang, aku telah me-
lindungi Abil Ash bin Rabi'. Dia dalam lindungan dan jaminanku." Ter-
nyata, Zainablah yang berseru itu.
        Rasulullah SAW menyelesaikan shalatnya, lalu beliau menemui
orang banyak dan bersabda :"Wahai, orang-orang, apakah kalian mende-
ngar apa yang aku dengar ? Sesungguhnya serendah-rendah orang Muslim
adalah dapat memberi perlindungan." Kemudian beliau masuk menemui
puterinya dan berbicara kepadanya, Nabi SAW berpesan :"Wahai, puteri-
ku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia lolos kepadamu, 
karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik." Nabi SAW
terkesan melihat kesetiaan puterinya kepada suaminya yang ditinggalkan
dan dia putuskan hubungan syahwat dengannya karena perintah Allah SWT.
        Di samping itu, Zainab pun masih tetap memberinya kebaktian,
kesetiaan dan pertolongan : yaitu kebaktian sebagai wanita muslim,
kesetiaan sebagai teman dan pertolongan sebagai manusia. Abil Ash
mendapatkan dari Nabi SAW apa yang didengar dan diketahuinya, sehingga
dia menyembunyikan dalam hatinya harapan kepada Allah. Kemudian, Nabi
SAW mengutus orang kepada pasukan yang merampas harta Abil Ash. Beliau
berkata :"Sesungguhnya kalian telah mengetahui kedudukan orang ini
terhadap kami. Kalian telah merampas hartanya. Jika kalian berbuat baik
kepadanya dan mengembalikan hartanya, maka kami menyukai hal itu. Jika
kalian menolak, maka itu adalah fai' dari Allah yang diberikan-Nya
kepada kalian dan kalian lebih berhak atasnya."
        Mereka berkata :"Kami akan mengembalikannya kepada Abil Ash."
Beberapa orang di antara mereka berkata :"Hai, Abil Ash, maukah engkau
masuk Islam dan mengambil harta benda ini, karena semua ini milik
orang-orang musyrik ?" Abil Ash menjawab :"Sungguh buruk awal Islamku,
jika aku mengkhianati amanatku." 
        Maka mereka mengembalikan harta itu kepadanya demi kemuliaan
Rasulullah SAW dan sebagai penghormatan kepada Zainab. Laki-laki itu
pun kembali ke Mekkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak.
Jiwanya dipenuhi berbagai makna dan di antara kedua matanya terlihat
gambaran yang tidak meninggalkannya. 
        Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing,
Abil Ash berdiri dan berkata :"Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada
harta seseorang di antara kalian padaku ?" Mereka menjawab :"Tidak.
Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami telah mendapati kamu
seorang yang jujur dan mulia." Abil Ash berkata :"Aku bersaksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapannya, ke-
cuali karena aku khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian.
Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikan-
nya, maka aku masuk Islam."
        Asy-Sya'bi berkata :"Zainab masuk Islam dan hijrah, kemudian
Abil Ash masuk Islam sesudah itu, dan Islam tidak memisahkan antara
keduanya." [Adz-Dzahabi, "Siyar A'laamin Nubala'. Demikian pula kata
Qatadah : Dia berkata :"Kemudian diturunkan surah Baro'ah sesudah itu.
Maka, jika ada seorang wanita masuk Islam sebelum suaminya, dia hanya
boleh mengawininya dengan nikah baru."]
        Abil Ash keluar dari Mekkah, hijrah menuju Madinah dengan men-
dapat petunjuk iman dan keyakinan. Suami isteri yang saling mencintai
bertemu untuk kedua kalinya setelah lama berpisah. Akan tetapi isteri
yang setia itu telah menunaikan kewajiban dan menyelesaikan urusan
dunianya ketika menyadarkan laki-laki yang dicintainya serta memenuhi
hak suaminya sesuai dengan kadar cintanya kepada suami. Tidak lama
setelah pertemuan itu, Zainab meninggal dunia.
        Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah dan Rasulullah SAW
sangat sedih atas kepergiannya. Zainab meninggal dunia setelah mening-
galkan kenangan terbaik. Dia telah menjadi contoh terbaik dalam hal
kesetiaan isteri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Tidaklah meng-
herankan apabila suaminya berkata dalam suatu perjalanannya ke Syam :
"Puteri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap
suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya."

Subscribe via email