Rabu, 09 Februari 2011

Renungan Dari Jalanan

Dari kejauhan, lampu lalu lintas masih menyala hijau.. Jono segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tidak mau terlambat. Apalagi ia tahu perempatan itu cukup padat, sehingga lampu merah biasanya menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya agak lengang. Lampu menjadi kuning, hati Jono berdebar, berharap ia bisa melewatinya segera.

Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah menyala. Jono bimbang, haruskah ia berhenti atau terus saja. "Ah, aku tidak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak," pikirnya sambil terus melaju.

Priiiittttt. ....!!!!!
 
Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan meminta Jono untuk berhenti. Jono menepikan kendaraannya sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Hey, itu khan Bobi, teman mainnya semasa SMA dulu. Hati Jono agak lega. Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya. "Hai Bob, senang sekali bertemu kamu lagi!""Hai Jon," tanpa senyum.
 
"Duh, sepertinya aku kena tilang nih? Memang aku agak terburu-buru. Istri saya sedang menunggu di rumah."

"Oh ya?"Tampaknya Bobi agak ragu. Nah, bagus kalau begitu."Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya.Tentu aku tidak boleh terlambat dong."

"Saya mengerti, tapi sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini."Ooooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jono harus ganti strategi."Jadi kamu hendak menilangku? Sungguh, tadinya aku tidak melewati lampu merah... sewaktu aku lewat lampunya masih kuning." Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.

"Ayo dong Jon. kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu!"

Dengan ketus Jono menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya. Sementara Bobi menulis sesuatu di buku tilangnya.

Beberapa saat kemudian Bobi mengetuk kaca jendela. Jono memandang wajah Bobi dengan penuh kecewa. Percuma saja berkawan, pikir Jono.

Kawanpun ditilang juga.... Dibukanya kaca jendela itu sedikit. Ah, lima senti sudah cukup untuk memasukkan surat tilang.

Tanpa berkata-kata Bobi kembali ke posnya. Jono mengambil surat tilang yang diselipkan Bobi di sela-sela kaca jendela. Tapi, hey apa ini? Ternyata SIM-nya dikembalikan dengan sebuah nota.

Kenapa ia tidak menilangku? Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Jono membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan Bobi.

"Halo Jono,Tahukah kamu Jon, dulu aku mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah.

Pengemudi itu dihukum penjara selama tiga bulan. Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya telah tiada. Kami terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk.

Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya, begitu juga kali ini. Maafkan aku Jon, doakan agar permintaan kami dikabulkan.

Berhati-hatilah. Salam, Bobi."Jono terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bobi.

Namun Bobi sudah meninggalkan pos jaganya entah kemana. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak menentu, sambil berharap kesalahannya dimaafkan... ..Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain.

Bisa jadi suka kita tidak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati.

Drive safely guys.....jangan terobos lampu merah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Subscribe via email