Jumat, 11 Maret 2011

Hari-hari Menjelang Wafatnya Nabi Muhammad SAW

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas rda. pada saat sudah dekat wafatnya Rasulullah SAW, beliau menyuruh Bilal azan untuk mengerjakan shalat, lalu berkumpul para Muhajirin dan Anshar di masjid Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW menunaikan shalat dua raka’at bersama semua yang hadir. Setelah selesai mengerjakan shalat beliau bangun dan naik ke atas mimbar dan berkata: “Allhamdulillah, wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus dan mengajak orang kepada jalan Allah dengan izinnya. Dan saya ini adalah sebagai saudara kandung kalian, yang kasih sayang pada kalian semua seperti seorang ayah. Oleh karena itu kalau ada yang mempunyai hak untuk menuntutku, maka hendaklah ia bangun dan balaslah saya sebelum saya dituntut di hari kiamat.”

Rasulullah SAW berkata demikian sebanyak 3 kali kemudian bangunlah seorang lelaki yang bernama ‘Ukasyah bin Muhshan dan berkata: “Demi ayahku dan ibuku ya Rasulullah SAW, kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali sudah tentu saya tidak mau melakukan hal ini.” Lalu ‘Ukasyah berkata lagi: “Sesungguhnya dalam Perang Badar saya bersamamu ya Rasulullah, pada masa itu saya mengikuti unta anda dari belakang, setelah dekat saya pun turun menghampiri anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium paha anda, tetapi anda telah mengambil tongkat dan memukul unta anda untuk berjalan cepat, yang mana pada masa itu saya pun anda pukul pada tulang rusuk saya. Oleh itu saya ingin tahu sama anda sengaja memukul saya atau hendak memukul unta tersebut.”

Rasulullah SAW berkata: “Wahai ‘Ukasyah, Rasulullah SAW sengaja memukul kamu.” Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Bilal r.a.: “Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku ke mari.” Bilal keluar dari masjid menuju ke rumah Fatimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata: “Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk diqishash.”

Setelah Bilal sampai di rumah Fatimah maka Bilal pun memberi salam dan mengetuk pintu. Kemudian Fatimah r.a. menyahut dengan berkata: “Siapakah di pintu?.” Lalu Bilal r.a. berkata: “Saya Bilal, saya telah diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk mengambil tongkat beliau.” Kemudian Fatimah r.a. berkata: “Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya.” Berkata Bilal r.a.: “Wahai Fatimah, ayhandamu telah menyediakan dirinya untuk diqishash.” Bertanya Fatimah. r.a. lagi: “Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash Rasulullah SAW?.” Bilal r.a. tidak menjawab pertanyaan Fatimah r.a., segeralah Fatimah r.a. memberikan tongkat tersebut, maka Bilal pun membawa tongkat itu kepada Rasulullah SAW

Setelah Rasulullah SAW menerima tongkat tersebut dari Bilal r.a. maka beliau pun menyerahkan kepada ‘Ukasyah. Ketika melihat hal itu maka sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq dan sayyidina Umar bin Khattab berdiri dan berkata, “Hai Ukasyah! Kami sekarang berada di hadapanmu! Pukul dan qisaslah kami berdua sepuasmu dan jangan sekali-kali engkau pukul Rasulullah saw.!” Namun, dengan lembut, Rasulullah saw. berkata kepada kedua sahabat terkasihnya itu, “Duduklah kalian berdua. Allah telah mengetahui kedudukan kalian.” Kemudian berdiri sayyidina Ali bin Abi Thalib yang langsung berkata, “Hai Ukasyah! Aku ini sekarang masih hidup di hadapan Nabi saw. Aku tidak sampai hati melihat kalau engkau akan mengambil kesempatan qisas memukul Rasulullah. Inilah punggungku, maka qisaslah aku dengan tanganmu dan deralah aku semaumu dengan tangan engkau sendiri!” Berkata Rasulullah SAW “Allah SWT. telah tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali!”

Setelah itu cucu Rasulullah Hasan dan Husin bangun dengan berkata: “Wahai ‘Ukasyah, bukankah kamu tidak tahu bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah SAW, kalau kamu menqishash kami sama dengan kamu menqishash Rasulullah SAW ” Mendengar kata-kata cucunya Rasulullah SAW pun berkata: “Wahai buah hatiku, duduklah kalian berdua.” Berkata Rasulullah SAW “Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau kamu hendak memukul.” Kemudian ‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah SAW, anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju.” Maka Rasulullah SAW pun membuka baju, terlihatlah kulit baginda yang putih dan halus maka menangislah semua yang hadir.

seketika ‘Ukasyah melihat tubuh badan Rasulullah SAW maka ia pun mencium beliau dan berkata; “Saya tebus anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah SAW siapakah yang sanggup memukul anda. Saya melakukan begini karena saya hendak menyentuhkan badan anda yang dimuliakan oleh Allah SWT dengan badan saya. Dan Allah SWT. menjaga saya dari neraka dengan kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah SAW berkata: “Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu hendak melihat ahli syurga, inilah orangnya.”

Kemudian semua jemaah bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para jemaah pun berkata: “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperolehi derajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah SAW di dalam syurga.”

Sumber: Durrotun Naashihiin karya Syeikh �Ustman bin Hasan hal 72...

Kamis, 10 Maret 2011

Permohonan Pinjaman Umar bin Khattab ke Baitulmal

خَيْرُالاُمَرَاءِ مَنْ كَانَ عَلى نَفْسِهِ اَمِيْرًا
"Sebaik-baik pemimpin adalah orang yang menjadi pemimpin terhadap dirinya."

Suatu hari ketika masih kanak-kanak, Abdullah bin Umar datang menemui ayahnya sambil menangis.
“Mengapa kau menangis wahai putraku?” tanya ayah.
“Ayah! Teman-temanku telah menghitung tambalan yang ada di jubah ku sambil mengejek ku. Mereka bilang bahwa putra Amir Al-Mukminin pakai baju compang-camping.”
“Berapa banyak tambalan yang ada pada bajumu?” tanya ayah.
“Kira-kira empat belas tambalan,” jawab si anak.

Umar bin Khottab, ayah yang duduk sebagai pemimpin tertinggi di sebuah pemerintahan Islam yang sangat besar tidak berkomentar apa-apa. Baginya, ketika seorang ayah menjadi penguasa tidak berarti anaknya memperoleh seluruh ke istimewaan dan fasilitas. Dia harus tunduk kepada sistem islam yang telah di tentukan oleh Al-Qur’an dalam aspek apa pun, terutama aspek keluarga. Umar mendengar keluhan si anak, kemudian pergi.

Tidak lama setelah itu, dia berpikir untuk meminjam sekadarnya dari Baitulmal atau kas negara. Kelak pada awal bulan ketika telah tiba masa pembagian gaji, dia akan segera membayarnya. Umar kemudian menulis sepucuk surat kepada bendahara Baitulmal sebagai berikut.

Kepada bendahara Baitulmal yang terhormat
Saya mohon pinjaman sebesar empat dirham. Insya Allah pada awal bulan besok, setelah pembagian gaji dari Baitulmal, saya akan segera melunasinya.

Si bendahara tidak langsung kaget setelah menerima surat dari Khalifah. Dia juga tidak cepat-cepat mengambil uang dari baitulmal lalu mengirimnya kepada sang khalifah. Di mengamati surat itu sangat lama. Dia tahu betul bahwa pemimpinya itu bukan sejenis penguasa yang .memangfaatkan amanat rakyat untuk kepentingan pribadinya. Umar bin Khattab r.a di kenal sebagai pemimpin yang adil dan tegas. Bukan saja dia adil terhadap rakyat sekitarnya, melainkan juga bersikap adil terhadap anak-anaknya dan dirinya.apabila dirinya terbukti salah dalam menjalankan amanat Allah, dia segera akan menegurnya dan mendahulukan amanat tersebut. Apabila dia dihadapkan kepada dua kepentingan, kepentingansi anak dan kepentingan Islam, maka dia akan mendahulukan kepentingan agamanya. Sifat Umar seperti ini sudah umum di ketahui oleh rakyatnya, tidak terkecuali si bendahara Baitulmal ini.

Si bendahara menjawab surat Umar dalam bentuk sebuah pertanyaan.

Kepada Amir al-mukminin Umar bin Khattab
Telah saya baca surat anda tentang permohonan pinjaman dari uang Baitulmal. Aku sekadar ingin bertanya, apakah anda berani bahwa diri anda pasti tetap hidup sampai akhir bulan sehingga aku bisa menagih utang dari Baitulmal dari anda? Seandainya ajal menjemput anda sebelum bulan ini berakhir, apakah anda bisa mempertanggungjawabkanya di hadapan Allah? Wasalam.

Ketika Umar membaca isi surat itu tidak terasa air matanya mengalir membasahi pipinya. Sebagaimana bendahara khalifah ini juga tahu bahwa meminjam uang dari Baitul mal sah-sah ssaja asal kelak dibayar dengan jujur. Namun, akan terlalu berat resikonya apabila tidak dapat membayar apalagi sampai mengabaikannya. Bukankah ia adalah uang seluruh rakyat yang akan dipertanggungjawabkan kepada seluruh rakyat. Bayangkan, menjarah hak satu orang saja sudah sangat dimurkai oleh Allah, apalagi menjarah hak rakyat banyak. Ketika Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai khalifah kaum muslimin dua belas tahun setelah Umar bin Khattab, dia selalu membaca doa’a berikut ketika berurusan dengan baitul mal:

“Ya Allah aku berlindung pada-Mu dari dosa yang bisa menggugurkan amal baik”
“ Ya Allah aku berlindung pada-Mu dari dosa yang bisa menyegerakan datangnya balasan”
“ Ya Allah aku berlindung pada-Mu dari dosa yang bisa menghalangi terijabahnya do’a”
“ Ya Allah aku berlindung pada-Mu dari dosa yang bisa meruntuhkan penjagaan-Mu”
“Ya Allah aku berlindung pada-Mu dari dosa yang bisa membawa pada penyesalan yang berkepanjangan….Amien….:”

Pelajaran dari Bunda Siti Hajar

Betapa mesra panggilan ayah dan anak di saat suasana demikiam mencekam dan mendebarkan dan harusnya penuh haru itu. Betapa ikhlas mereka untuk memenuhi perintah Tuhan.

Mari kita melihat lebih jauh lagi ke belakang, untuk mengingat bahwa sesungguhnya ada seorang tokoh IBU, yang sangat berperan dalam proses
pendidikan usia dini yang sudah disiapkan Allah SWT kepada Nabi Ismail, yaitu Bunda Siti Hajar. Sesuatu yang sangat perlu -- tapi jarang kita angkat -- agar dengannya bisa menjadi pembelajaran bagi kita dalam mendidik anak dan generasi masa depan.

Sering betul disampaikan bahwa "semua Nabi adalah pria" tapi kita sering lupa, atau sengaja melupakan bahwa sesungguhnya di banyak kisah para Nabi tersimpan atau tersembunyi cerita keteladanan atas peran kaum perempuan yang mengandung pembelajaran dan hikmah untuk kita renungkan dan teladani. Sayang sekali sering kita luput untuk menyampaikannya.

Mari kita membayangkan kejadian mengharukan yang terjadi ribuan tahun lalu, ketika seorang Ibu bernama SITI HAJAR, yang tidak lagi muda, bersama suami bernama IBRAHIM dan anak bayinya bernama ISMAIL tiba di tempat yang kini bernama Mekah di tengah terik matahari di padang pasir tandus tanpa persediaan makanan dan minuman memadai. Dalam keadaan galau tiba-tiba sang suami pamit dan berjalan pergi untuk meninggalkan sang istri dan anak bayi mereka.

Siti Hajar pun heran dan memperhatikan sikap suaminya dan bertanya; "Hendak kemanakah engkau suamiku? "Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua ditempat yang sunyi dan tandus ini?"

Pertanyaan itu berulang kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menjawab sepatah kata pun. Ia tetap melangkah meninggalkan istri dan anaknya. Siti Hajar pun bertanya lagi; "hendak kemanakah engkau Ibrahim? Sampai hatikah engkau meninggalkan aku dan anak bayimu di tengah padang tandus ini?" Lagi-lagi tidak dijawab oleh Nabi Ibrahim.

Siti Hajar kemudian bertanya sambil menangis: "Apakah ini perintah dari Allah?" Barulah Nabi Ibrahim menjawab; "ya." Dan Siti Hajar pun diam, tak bertanya lagi, dan dengan rela melepas suami meninggalkan dirinya dan anak bayinya tanpa siapa-siapa menemani kecuali keyakinan atas Ke-Maha-Kuasaan Allah.

Setelah ditinggal pergi, ia berikhtiar mencari air untuk anak bayi yang kehausan dengan lari dari Safa ke Marwah. Kemudian Allah memunculkan keajaiban dengan pancaran air Zam-zam di dekat Sang Bayi. Pelajaran keihklasan dari seorang Ibu dan keyakinan dan sikap tawakkal akan ke-Maha-Kuasaan Allah menjadi pelajaran untuk mendidik generasi kemudian.

Didikan penuh keikhlasan dan kepasrahan dari Ibundanya ini memberi pengaruh positif atas keikhlasan Nabi Ismail menerima perintah Allah melalui ayah kandungnya sendiri untuk menyembelihnya. Bisa kita bayangkan kalau Siti Hajar tetap merengek dan minta ditemani oleh Nabi Ibrahim AS. Atau kalau beliau dengan penuh kejengkelan dan rasa frustrasi mendidik dan membesarkan anaknya Ismail dengan marah-marah dan membentak atau mencaci ketika ditinggal pergi oleh suami tercinta.

Kepatuhannya pada suami yang diyakini menjalankan perintah Ilahi: "sami'na wa atho'na, saya dengar dan saya patuhi." Ketegaran menerima tanggung jawab dalam kondisi yang sangat berat, walau sendirian dan tak punya apa-apa. Berharap dan bertawakkal hanya kepada Allah karena meyakini bahwa suami berangkat karena perintah Allah. Yakin Allah akan menjaga dan memberi mereka rezeki. Berusaha dan berikhtiar terus sehingga dari tempat yang tandus memancar air Zam-zam, dari tiada menjadi ada,dan berlimpah. Setelah ribuan tahun meninggal, amalannya (berupa Sai dari Safa ke Marwah) tetap diikuti oleh jutaan orang, dan peningalannya berupa sumur Zam-zam bermanfaat untuk jutaan orang dari berbagai belahan dunia.

Semoga kita bisa bisa mendidik generasi masa depan dengan mengambil pelajaran dari ketaqwaan nabi Ibrahim AS, kesabaran Nabi Ismail AS dan ketabahan dan keikhlasan dan sikap tawakkal Bunda Siti Hajar.

Rabu, 09 Maret 2011

Orang yang Bersumpah Mendahului Allah

Pengantar
Hadits ini menyampaikan kepada kita tentang kisah seorang laki-laki yang mengucapkan kalimat yang menghancurkan dunia dan akhiratnya walaupun ia rajin beribadah, beramar ma'ruf nahi munkar. Dia telah bersumpah

Temannya ini banyak berbuat dosa, dan dia sering melarangnya. Maka sumpahnya itu membuat Rabbnya murka, karena rahmat Allah luas. Dia selalu mengampuni makhluk-Nya sebesar apapun dosanya. Allah mengampuni pelaku dosa dan memasukkannya ke dalam surga. Allah memerintahkan orang yang rajin beribadah agar masuk neraka karena ucapannya.

Teks Hadis
Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Jundab bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menyampaikan bahwa seorang laki-laki berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni fulan." Dan bahwa Allah berfirman, "Siapakah gerangan yang bersumpah mendahului Aku bahwa Aku tidak mengampuni fulan. Aku telah mengampuni fulan dan membatalkan amalanmu." Atau seperti yang dia sabdakan.

Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunan-nya dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Di kalangan Bani Israil terdapat dua orang laki-laki bersaudara. Salah seorang dari keduanya berbuat dosa, sementara yang lain bersungguh-sungguh dalam beribadah. Orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah melihat kawannya selalu melakukan dosa, maka dia berkata kepadanya, 'Berhentilah.'

Suatu hari dia melihat temannya berbuat dosa lagi, maka dia berkata kepadanya, 'Berhentilah.' Kawannya menjawab, 'Biarkan diriku. Ini antara aku dengan Rabbku. Apakah kamu diutus sebagai pengawasku?' Dia berkata, 'Demi Allah Allah tidak akan mengampunimu atau Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.'

Lalu keduanya mati. Keduanya berkumpul di sisi Rabbul Alamin. Maka dia berkata kepada orang yang bersungguh-sungguh, 'Apakah kamu mengetahui tentang Aku, atau apakah kamu mampu atas apa yang ada di tangan-Ku?' Dia berfirman kepada pelaku dosa, 'Pergilah, masuklah ke dalam surga dengan rahmat-Ku.' Dan berfirman kepada yang lain, 'Bawalah orang ini ke neraka.'

Abu Hurairah berkata, 'Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, dia telah mengucapkan satu kalimat yang mencelakai dunia dan akhiratnya.'"

Takhrij Hadis
Hadis in diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam Kitabul Bir Wash Shilah wal Adab, 4/2022, no. 2618. Lihat Syarah Shahih Muslim Nawawi, 16/133.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya dalam Kitabul Adab, bab larangan tentang berbuat aniaya, no. 1901. Lihat Shahih Sunan Abu Dawud, 3/926, no. 4097.

Penjelasan Hadis
Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan kepada kita tentang dua orang dari kalangan Bani Israil. Keduanya adalah teman bersaudara. Yang pertama tekun beribadah, sedangkan yang kedua lalai menunaikan apa yang menjadi kewajibannya.

Orang yang tekun beribadah melihat rekannya berbuat dosa dan maksiat, maka dia mengingkarinya dan melarangnya. Ini adalah sesuatu yang baik dan diperintahkan oleh syariat. Seluruh syariat datang membawa amar ma'ruf nahi mungkar. Orang yang berbuat dosa merasa sempit dada jika temannya menegurnya. Manakala dia tidak tahan atas pengingkaran temannya kepadanya, dia pun berkata, "Ini urusanku dengan Rabbku , apakah kamu diutus sebagai pengawasku?" Pada saat itu si ahli ibadah ini bersumpah dengan sumpah yang benar-benar berat ia berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu atau Dia tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."

Tidak patut bagi ahli ibadah ini untuk bersumpah mendahului Allah, karena segala urusan adalah milik Allah. Apa yang Dia kehendaki, pasti terjadi. Dan, apa yang tidak, maka tidak akan terjadi. Dia memberikan dan menahan kebaikan, mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya, menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya, serta memberikan petunjuk dan kesesatan. Bukan sepatutnya seorang hamba menahan Rabbnya untuk mengampuni fulan atau membatalkan amal fulan. Berhati-hatilah untuk mengatakan sesuatu, terlebih yang bukan hak kita sebagai hamba, dan untuk suatu perkara yang hanya Allah yang menentukan.

Sembuh dengan Sedekah

Segala puji hanya milik Allah, kita selalu memujiNya dikala senang maupun susah. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah -yang pernah mengalami sakit dan tertimpa cobaan- , kepada keluarga dan sahabat beliau yang penyabar lagi ridha terhadap taqdir Allah.

Pada zaman ini berbagai penyakit semakin menyebar dan banyak macamnya. Bahkan beberapa penyakit tidak bisa ditangani oleh dokter dan belum ditemukan obatnya, seperti kanker dan semisalnya, meskipun sebenarnya obat penyakit tersebut ada. Allah tidak menciptakan suatu penyakit, melainkan ada obatnya. Namun obat tersebut belum diketahui, karena suatu hikmah tertentu yang dikehendaki oleh Allah.

Mungkin penyebab utama banyaknya penyakit adalah banyaknya kemaksiatan dan dilakukan dengan terang-terangan tanpa malu. Kemaksiatan yang menyebar ditengah masyarakat dapat membinasakan mereka. Allah berfirman yang artinya,
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri" (Surat Asy Sura 30)

Diantara hikmah penyakit yang diderita seorang hamba adalah sebagai ujian dari Allah kepadanya, dunia adalah tempat berseminya berbagai musibah, kesedihan, kepedihan dan penyakit.

Ketika saya melihat orang sakit bergulat dengan rasa sakitnya dan menyaksikan orang yang membutuhkan pertolongan dengan menahan rasa perihnya, mereka telah melakukan berbagai macam ikhtiar namun mereka melewatkan sebab penyembuhan yang hakekatnya dari Allah. Maka saya tergerak menulis untuk semua orang yang sedang sakit, agar rasa duka dan sedihnya lenyap, dan penyakitnya dapat terobati.

Wahai anda yang sedang sakit menahan lara, yang sedang gelisah menanggung duka , yang tertimpa musibah dan bala, Semoga keselamatan selalu tercurah kepadamu, sebanyak kesedihan yang menimpamu, sebanyak duka nestapa yang kau rasakan.
Penyakitmu telah memutuskan hubunganmu dengan manusia, menggantikan kesehatanmu dengan penderitaan. Orang lain tertawa sedang engkau menangis. Sakitmu tidak kunjung reda, tidurmu tidak nyenyak, engkau berharap kesembuhan walau harus membayar dengan semua yang engkau punya.

Saudaraku yang sedang sakit! Saya tidak ingin memperparah lukamu, namun saya akan memberimu obat mujarab dan membuatmu terlepas dari derita yang bertahun tahun. Obat ini didapat dari sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,
"Obatilah orang yang sakit diantara kalian dengan sedekah"
(Dihasankan oleh syaikh Albani dalam Shahihul Jami')

Benar saudaraku, obatnya adalah sedekah dengan niat mencari kesembuhan. Mungkin engkau telah banyak sedekah, namun tidak engkau niatkan agar Allah menyembuhkanmu dari penyakit yang engkau derita. Cobalah sekarang dan hendaknya engkau yakin bahwasanya Allah akan menyembuhkanmu. Berilah makan orang fakir, atau tanggunglah beban anak yatim, atau wakafkanlah hartamu, atau keluarkanlah sedekah jariahmu. Sungguh sedekah dapat menghilangkan penyakit dan kesulitan, musibah atau cobaan. Mereka dari golongan yang diberi taufik oleh Allah telah mencoba resep ini. Akhirnya mereka mendapatkan obat ruhiyah yang lebih mujarab dari obat jasmani. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga mengobati dengan obat ruhiyah sekaligus obat ilahiyah. Para salafush shalih juga mengeluarkan sedekah yang sepadan dengan penyakit dan musibah yang menimpa mereka. Mereka mengeluarkan harta mereka yang paling mereka cintai. Jangan kikir untuk dirimu sendiri, jika engkau memang memiliki harta dan kemudahan. Inilah kesempatannya telah datang..!!

Dikisahkan bahwa Abdullah bin Mubarak pernah ditanya oleh seorang laki-laki tentang penyakit yang menimpa lututnya semenjak tujuh tahun. Ia telah mengobati lututnya dengan berbagai macam obat. Ia telah bertanya pada para tabib, namun tidak menghasilkan apa-apa. Ibnul Mubarak pun berkata kepadanya, "Pergilah dan galilah sumur, karena manusia sedang membutuhkan air. Saya berharap akan ada mata air dalam sumur yang engkau gali dan dapat menyembuhkan sakit di lututmu. Laki-laki itu lalu menggali sumur dan ia pun sembuh"..
(Kisah ini terdapat dalam Shahihut Targhib).

Seorang laki-laki pernah ditimpa penyakit kanker. Ia lalu mencari obat keliling dunia, namun ia tidak mendapatkannya. Ia kemudian bersedekah pada seorang janda yang memiliki anak-anak yatim dan Allah pun menyembuhkannya.

Kisah lain, orang yang mengalami kisah ini menceritakan kepadaku, ia berkisah, "Anak perempuan saya yang masih kecil tertimpa penyakit di tenggorokannya. Saya membawanya ke beberapa rumah sakit. Saya menceritakan penyakitnya kepada banyak dokter, namun tidak ada hasilnya. Dia belum juga sembuh, bahkan sakitnya tambah parah. Hampir saja saya ikut jatuh sakit karena sakit anak perempuan saya yang mengundang iba semua keluarga. Akhirnya dokter memberinya suntikan untuk mengurangi rasa sakit, hingga kami putus asa dari semuanya kecuali dari rahmat Allah. Hal itu berlangsung sampai datangnya sebuah harapan dan dibukanya pintu kelapangan. Seorang shalih menghubungi saya dan menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, "Obatilah orang sakit diantara kalian dengan sedekah" (Dihasankan oleh Albani dalam Shahihul Jami') Saya berkata, "Saya telah banyak bersedekah". Ia pun menjawab, "Bersedekahlah kali ini dengan niat untuk kesembuhan anak perempuanmu". Sayapun mengeluarkan sedekah sekedarnya untuk seorang fakir, namun tidak ada perubahan. Saya kemudian mengabarinya dan ia berkata, "Engkau adalah seorang yang banyak mendapatkan nikmat dan karunia dari Allah, hendaknya engkau bersedekah sebanding dengan banyaknya hartamu". Sayapun pergi pada kesempatan kedua, saya penuhi isi mobil saya dengan beras, ayam dan bahan-bahan sembako dan makanan lainnya dengan menghabiskan uang yang cukup banyak. Saya lalu membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan dan mereka senang dengan sedekah saya. Demi Allah saya tidak pernah menyangka bahwa setelah saya mengeluarkan sedekah itu anak saya tidak perlu disuntik lagi, anak saya sembuh total walhamdulillah. Saya yakin bahwa faktor (yang menjadi sebab) paling besar yang dapat menyembuhkan penyakit adalah sedekah. Sekarang sudah berlalu tiga tahun, ia tidak merasakan penyakit apapun. Semenjak itu saya banyak mengeluarkan sedekah khususnya berupa wakaf.
Setiap saat saya merasakan hidup penuh kenikmatan, keberkahan, dan sehat sejahtera baik pada diri pribadi maupun keluarga saya.

Saya mewasiatkan kepada semua orang sakit agar bersedekah dengan harta mereka yang paling mereka cintai, dan mengeluarkan sedekah terus menerus, niscaya Allah akan menyembuhkannya walaupun hanya sebagian penyakit. Saya yakin kepada Allah dengan apa yang saya ceritakan. Sungguh Allah tidak melalaikan balasan untuk orang yang berbuat baik.

Kisah lainnya, diceritakan oleh pelakunya sendiri. Ia berkata, "Saudara laki-laki saya pernah pergi ke suatu tempat. Ditengah jalan ia berhenti. Sebelumnya ia tidak pernah mengeluh sakit apapun. Pada saat itu tiba-tiba ia jatuh pingsan, seolah-olah peluru menembus kepalanya. Kami mengira ia tertimpa al 'ain (sakit karena pengaruh mata dengki seseorang) atau kanker atau penyempitan pembuluh darah. Kami lalu membawanya ke berbagai klinik dan rumah sakit. Kami melakukan berbagai macam pemeriksaan dan roentgen. Hasilnya, kepalanya normal saja, namun ia mengeluh sakit yang membuatnya tidak bisa berbaring. Juga tidak bisa tidur dan hal ini berlangsung lama. Bahkan jika sakitnya parah, ia tidak bisa bernapas apalagi berbicara.
Saya lalu bertanya kepadanya, "Apakah engkau mempunyai harta yang bisa kami sedekahkan? Semoga Allah menyembuhkanmu". Ia menjawab, "Ada". Lalu ia memberiku kartu ATM dan aku cairkan dari kartu tersebut sekitar tujuh belas juta rupiah. Setelah itu saya menghubungi salah seorang yang shalih yang mengenal beberapa orang fakir, agar ia membagikan uang tersebut kepada mereka. Saya bersumpah demi Allah yang maha mulia, saudara saya sembuh dari sakitnya pada hari itu juga, sebelum orang-orang fakir itu menerima harta titipan tersebut. Saya benar-benar yakin bahwa sedekah mempunyai pengaruh yang besar bagi kesembuhan penyakit seseorang. Sekarang sudah berlalu satu tahun, ia sama sekali tidak mengeluhkan sakit di kepalanya lagi, alhamdulillah. Dan saya wasiatkan kepada kaum muslilimin agar mengobati penyakit mereka dengan sedekah.

Berikut kisah lainnya, pelakunya sendiri yang menceritakan kisah ini. Ia berkata, "Anak perempuan saya menderita sakit demam dan panas. Ia tidak mau makan. Saya membawanya ke beberapa klinik, namun panasnya masih tinggi dan keadaannya semakin memburuk. Saya masuk rumah dengan gelisah. Saya bingung apa yang harus saya perbuat. Istri saya berkata, "Kita akan bersedekah untuknya". Saya lalu menghubungi seseorang yang mengenal orang-orang miskin. Saya berkata kepadanya, "Saya harap anda datang shalat bersama saya di masjid. Ambillah dua puluh kantong beras dan dua puluh kotak ayam di tempat saya, lalu bagikanlah kepada orang-orang yang membutuhkan". Saya bersumpah demi Allah dan saya tidak melebih-lebihkan cerita, lima menit setelah saya menutup telpon, tiba-tiba saya melihat anak saya menggerak-gerakkan kaki dan tangannya, bermain dan melompat diatas tempat tidur. Ia pun makan hingga kenyang dan sembuh total. Ini semua berkat karunia Allah kemudian sebab sedekah. Saya wasiatkan semua orang untuk mengeluarkan sedekah ketika tertimpa penyakit".

Marilah saudaraku, pintu telah terbuka, tanda kesembuhan telah tampak di depanmu. Bersedekahlah dengan sungguh-sungguh dan percayalah kepada Allah. Jangan seperti orang yang melalaikan resep yang mujarab ini, hingga ia tidak mengeluarkan sebagian hartanya untuk bersedekah lagi. Padahal bertahun-tahun ia menderita sakit dan mondar mandir ke dokter untuk mengobati penyakitnya, dengan merogoh banyak uang dari sakunya.

Jika engkau telah mencoba resep ini dan engkau sembuh, jadilah orang yang selalu menolong orang lain dengan harta dan usahamu. Jangan engkau membatasi diri dengan sedekah untuk dirimu sendiri, namun obatilah penyakit orang-orang yang sakit dari keluargama dengan sedekah. Jika engkau tidak sembuh total, ketahuilah engkau sebenarnya telah disembuhkan walau sedikit. Keluarkan sedekah lagi, perbanyak sedekah semampumu. Jika engkau masih belum sembuh, mungkin Allah memperpanjang sakitmu untuk sebuah hikmah yang dikehendakiNya atau karena kemaksiatan yang menghalangi kesembuhanmu. Jika demikian cepatlah bertaubat dan perbanyak doa di sepertiga malam terakhir.

Sedangkan bagi anda yang diberikan nikmat sehat oleh Allah, jangan tinggalkan sedekah dengan alasan engkau sehat. Seperti halnya orang yang sakit bisa sembuh maka orang sehatpun bisa sakit. Sebuah pepatah mengatakan, "Mencegah lebih baik dari mengobati".

Apakah engkau akan menunggu penyakit hingga engkau berobat dengan sedekah? Jawablah...! Kalau begitu bersegeralah bersedekah...

Judul Asli:
وصفة علاجية تزيل كافة الأمراض بالكلية
جربها كثير من المرضى فشافهم الله
Oleh:
للشيخ سليمان بن عبد الكريم المفرج

Senin, 07 Maret 2011

Hati Berubah Seperti Air yang Mendidih

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَ أَبْصَارَهُمْ.
“Dan Kami bolak-balikan hati mereka dan penglihatan mereka.”
(QS. Al-An’am: 110)

Manusia dari waktu ke waktu akan mengalami perubahan dan pergantian. Manusia bermula seorang bayi, kemudian berkembang menjadi seorang anak. Dari seorang anak berubah menjadi remaja. Dari remaja berupah menjadi dewasa dan akhirnya menjadi tua renta. Hingga ajal menjemput nyawa. Ini berarti manusia adalah makhluk yang selalu mengalami perubahan. Perubahan sangat dekat dengan fitrahnya. Perubahan itu sangat dipengaruhi banyak faktor. Misalnya, pengetahuan, keyakinan, pergaulan, pengalaman, dan lain sebagainya. Sangat jarang kita menjumpai manusia yang tetap tanpa perubahan. Perubahan pada diri manusia merupakan kelaziman. Pada dasarnya manusia membutuhkan perubahan. Hidup terasa menjemukan jika tanpa ada perubahan. Seorang karyawan merasa jemu melakukan pekerjaan yang tidak berubah. Setiap orang mengalami kejemuan dengan sesuatu yang monoton. Demikian juga dengan hati kita, ia akan selalu berubah-ubah tidak tetap. Terkadang hati ini lembut, terkadang sebaliknya hati mengeras. Terkadang hati ini bercahaya dan terkadang hati ini gelap. Terkadang hati begitu tawadhu’ dan terkadang berubah angkuh. Suatu saat hati itu sabar, di waktu yang lain hati tak sabar. Suatu waktu hati ini merasa tenang, tapi suatu kali yang lain hati merasa bigung.

Hati dapat taat kepada Allah, dan dapat pula durhaka kepada-Nya. Dalam beribadah hati dapat mencapai derajat khusyu’, dan dapat pula hati lalai. Iman yang ada dalam hati pun dapat berubah-ubah. Pagi beriman, sore hari ingkar. Sore hari beiman, pagi hari kufur. Begitulah hati manusia. Perubahan hati sangat cepat dan terkadang tidak terkendali. Bisa jadi hati dihiasi oleh sifat-sifat yang luhur, tetapi hati juga bisa dililit sifat-sifat tercela. Hati bisa merasakan tentram saat bersama Allah. Hati juga merasa resah ketika menghadap Allah karena ia merasa banyak dosa saat menghadap-Nya.

Hati dalam bahasa Arab disebut dengan qolb yang artinya bolak-balik. Karena memang sifatnya yang cepat berbolak-balik (berubah). Hati bagaikan bulu ayam yang tergantung di atas pohon yang diboalk-balikan oleh angina sehingga bagian atas terbalik ke bawah dan bagian bawah terbalik ke atas. Demikianlah yang di sabdakan oleh Rasulullah SAW:


إِنَّمَا سُمِّيَ الْقَلْبُ مِنْ تَقَلُّبِهِ، إِنَّمَا مَثَلُ الْقَلْبِ كَمَثَلِ رِيْشَةٍ مُعَلَّقَةٍ فِى أَصْلِ شَجَرَةٍ يُقَلِّـبُهَا الرِّيْحُ ظَهْرًا لِبَطْنٍ. رواه أحمد

“Hati dinamakan qolb karena sifatnya yang cepat berubah. Hati itu bagaikan bulu (ayam) yang tergantung di atas sebuah pohon, yang dibolak-balikan oleh angina sehingga bagian atas terbalik ke bawah dan bagian bawahterbalik ke atas.”(HR. Ahmad)

Bahkan dalam hadits lain hati berubah sangat cepat melebihi perubahan air yang sedang mendidih. RAsulullah SAW pernah bersabda:


لَقَلْبُ ابْنِ آدَمَ أَسْرَعُ تَقَلُّبًا مِنَ الْقِدْرِ إِذَا اسْتَجْمَعَتْ غَلَيَانًا. رواه أحمد


“Sesungguhnya hati anak cucu Adam lebih cepat perubahannya
dari panci yang berisi air mendidih.” (HR. Ahmad)

Perubahan hati terlihat pada tutur kata dan wujud perbuatan yang dilakukannya. Karena itu, kita tak perlu heran, jika kita menjumpai orang yang sering bersilat lidah atau orang yang tidak komitmen dengan janji yang ia ucapkan. Tetapi, walau pun keberadaan hati berubah terus, bagi orang mukmin hendaknya berusaha menjaga dan merawat kebersihan hati dari penyakit yang dapat merusaknya. Hati boleh berubah-ubah selama perubahan itu tidak menjurus pada maksiat atau durhaka kepada Allah. Dan tidak seorang pun yang dapat menjamin hatinya tetap dalam satu keadaan. Hati akan berubah mengikuti perkara yang sedang di hadapi. Perbedaan perkara menyebabkan adanya perubahan hati. Misalnya dalam bekerja, jika pekerjaannya banyak membawa keuntunggan, hati tenang dan ia terasa nyaman bekerja. Namun, manakala pekerjaannya bangkrut, maka hati resah dan ia berpaling darinya. Hati akan condong pada perkara yang disukai dan berpaling dari perkara yang tidak disenangi. Dari sinilah, dapat diketahui bahwa perbedaan niat atau motivasi seseorang dalam melakukan pekerjaan ditentukan oleh sudut pandang yang berbeda-beda.

Orang yang shalat, saat takbiratul ihram ia niat ikhlas karena Allah, tetapi ketika berada di tengah-tengah melakukan shalat hati bisa berubah sewaktu-waktu, karena ia mengingat sesuatu atau karena ia terlena dengan bujuk rayu setan. Orang yang bersedekah, semula niatnya karena Allah, tetapi karena ia mendapat sanjungan dan pujian, niatnya berubah bangga mendapat pujian. Perubahan-perubahan itu yang harus dijauhi dan ditinggalkan oleh orang yang rindu akan rahmat Allah. Rahmat dan ridha Allah akan diberikan kepada orang yang beramal karena Allah semata mulai awal hingga akhir amalnya. Dan tidak bisa menjaga niat ini kecuali ia menyerahkan urusannya kepada Allah sebelum beramal.

Kita harus mengetahui bahwa hati berada dalam genggaman Allah. Allah berfirman: “Ssungguhnya Allah-lah yang membatasi antara manusia dan hatinya.” (QS. Al-Anfal:24). Yaitu yang menguasai hati manusia. Allah SWT tidak akan menerima amal kecuali orang yang hatinya bersih (ikhlas): Firman Allah SWT: “Kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.” (QS.Asy-Syu’araa’: 89). Hati dapat mengeras karena banyak melakukan larangan Allah dan sering meninggalkan perintah-Nya. Demikian juga orang yang jauh dari ulama hatinya akan membatu. Sering tertawa, mengkonsumsi yang haram, melakukan dosa besar menyebabkan hati menjadi beku. Hati yang beku sulit menerima sentuhan hidayah Ilahi. Hati yang terus beku jauh dari rahmat Allah. Allah berfirman: “maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah.” (QS. Az-Zumar :22). Allah bakal mengampuni dosa orang yang takut pada azab Allah dan ia datang dengan hati yang bertaubat. Allah menggolongkan pada hamba-hamba yang beruntung, orang yang terus terpaut dengan Allah. Allah berfirman: “bagi orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, sedang dia tidak kelihatan (olehnya) dan ia datang dengan hati yang bertaubat.” (QS.Qaaf :33).

Seorang mukmin harus mengetahui keadaan hati yang selalu berubah-ubah. Dan juga hendaknya mengetahui penyebab hati menjadi rusak dan upaya-upaya pencegahan, serta solusi-solusinya. Jika kita mengetahui hati mulai terasa sakit, cepat-cepat ia mengobati hatinya sebelum tertutup yang pada akhirnya membuat dirinya akan hancur. Masalah ini sangat penting, karena Allah SWT telah mengingatkan kita akan bahaya hati yang keras, lalai, sakit, buta, tertutup, terbalik, dan terkunci mati. Tanpa menyadari bahwa hati itu selalu berubah-ubah, sering kali ia tidak siap dan menerima masalah yang di hadapi. Dengan menyadari bahwa hati yang selalu berubah-ubah, seseorang akan lebih siap menjalani hidup di bawah ketetapan Allah.

Perhatikan anjuran Rasulullah dikala kita menyukai sesuatu! Rasulullah pernah bersabda:

أَحْبِبْ حَبِيْبَكَ هَوْنًامَا، عَسَى أَنْ يَكُوْنَ بَغِيْضَكَ يَوْمًامَا، وَ أَبْغِضْ بَغِيْضَكَ هَوْنًامَا، عَسَى أَنْ يَكُوْنَ حَبِيْبَكَ يَوْمًامَا. رواه الترمذى

“Cintailah apa yang kamu cintai sekedarnya saja, boleh jadi apa yang kamu cintai itu menjadi sesuatu yang paling kamu benci pada suatu hari nanti. Bencilah Sesuatu yang yang kamu benci sekedarnya saja, boleh jadi ia akan menjadi sesuatu yang paling kamu sukai pada suatu hari nanti.”
(HR. Tirmidzi)

Hadits ini menganjurkan kita sedang-sedang saja dalam menyikapi permasalahan hidup. Dan hadits ini mengandung larangan kepada kita untuk berlebih-lebihan dalam setiap perkara. Karena Rasulullah saw mengetahui betul bahwa hati manusia selalu berbolak-balik. Sekarang cinta, besok lupa. Kemarin benci, sekarang rindu ingin ketemu. Dan karena, cinta yang berlebih-lebihan, jika cintanya tidak kesampaian, maka ia akan menemui kekecewaan. Berlebih-lebihan termasuk perbuatan yang dilarang, karena ia merupakan perbuatan setan.

Mengapa hati turus berubah-ubah? Sebab, hati merupakan muara dari segala tujuan. Jika sesuatu A mengenai hati dan berpengaruh kepadanya, maka dari arah lain ada pula sesuatu B mengenai hati yang bertolak belakang dengan sesuatu A, hingga hati menjadi berubah. Demikian juga, saat setan turun ke hati dan mengajaknya untuk memperturutkan keinginan nafsu, maka malaikat akan turun ke hati untuk menghalau setan dari hati. Kalau setan menarik hati untuk berbuat buruk, maka malaikat menarik hati untuk berbuat kebaikan. Karena itu, suatu waktu terjadi perebutan antara setan dan malaikat untuk menguasai hati. Hati penuh dengan sifat-sifat keburukan, jika mengikuti bisikan setan dan memperturutkan bisikan itu. Hati penuh dengan sifat-sifat yang baik, jika hati mengikuti bimbingan malaikat dan merealisasikan dalam perbuatan. Karena itu, hati selalu berubah-ubah.

Meskipun hati selalu berubah, ada hal yang tidak boleh berubah, yaitu ketaatan kepada Allah dan keimanan kepada-Nya. Iman dan taqwa jangan sampai berubah-ubah, karena keduanya pilar kebahagiaan kita di dunia dan di akhirat kelak. Baik dan buruk, bahagia dan susah, pahala atau siksa, surga atau neraka bergantung pada keduanya. Saking begitu pentingnya, keduanya menjadi tolak ukur diterima atau ditolaknya amal perbuatan oleh Allah. Karena itu, Rasulullah saw selalu berdoa agar diberikan ketetapan hati untuk mentaati Allah.


اَللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ.

“Wahai Zat Yang Memalingkan hati, palingkanlah hati kami
kepada ketaatan kepada-Mu!”(HR. Muslim).

Keikhlasan harus tetap terjaga kualitasnya pada saat beramal. Jika ia rusak maka cedra amalnya. Ikhlas beramal karena Allah tidak boleh berubah, karena ia ruh ibadah. Tanpanya, sia-sia amalnya. Demikian juga, tetap berpedoman dengan al-qur’an dan as-sunnah. Ini tidak boleh berubah atau berpindah pada pedoman yang lain. Keduanya pelita hidup dan penuntun menuju surga Allah. Orang yang berpijak pada keduanya akan selamat di dunia dan di akhirat.

Akhirnya kita hanya bisa berusaha dan berharap, semoga Allah berkenan memberikan ketetapan iman, ketaqwaan, keikhlasan, dan berpedonan dengan al-qur’an dan as-sunnah. Karena dengan ketetapan hati pada hal-hal ini, merupakan modal awal untuk dapat selalu bersama Allah. Semoga Allah melindungi kita dari hati yang lalai, lupa, dan buta. Hingga kita dapat melihat keagungan dan kebesaran Allah SWT. Amin. Wallahu A’lam.

Rabu, 02 Maret 2011

Untuk Ibunda di Seluruh Dunia

Pada suatu hari, ketika Hasan al-Bashri thawaf di Ka’bah, Makkah, beliau bertemu dengan seorang pemuda yang memanggul keranjang di punggungnya. Beliau bertanya padanya apa isi keranjangnya. “Aku menggendong ibuku di dalamnya,” jawab pemuda itu. “Kami orang miskin. Selama bertahun-tahun, ibuku ingin beribadah haji ke Ka’bah, tetapi kami tak dapat membayar ongkos perjalanannya. Aku tahu persis keinginan ibuku itu amat kuat. Ia sudah terlalu tua untuk berjalan, tetapi ia selalu membicarakan Ka’bah, dan kapan saja ia memikirkannya, air matanya bergelinang. Aku tak sampai hati melihatnya seperti itu, maka aku membawanya di dalam keranjang ini sepanjang perjalanan dari Suriah ke Baitullah. Sekarang, kami sedang thawaf di Ka’bah! Orang-orang mengatakan bahwa hak orangtua sangat besar. Pemuda itu bertanya, “Ya Imam, apakah aku dapat membayar jasa ibuku dengan berbuat seperti ini untuknya?” Hasan al-Bashri menjawab, “Sekalipun engkau berbuat seperti ini lebih dari tujuh puluh kali, engkau takkan pernah dapat membayar sebuah tendanganmu ketika engkau berada di dalam perut ibumu!”

Selasa, 01 Maret 2011

Tafakkur " Tidak Melebihi Kemampuan "

Allah menguji setiap manusia dengan ujian yang beragam jenis. Akan tetapi, Dia tak pernah membebani seseorang melebihi apa yang ia mampu. Ini adalah janji Allah,

"Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al A'raaf, 7: 42)

Penyakit, kecelakaan, dan segala macam bentuk ujian yang dihadapi seseorang dalam kehidupan dunia, adalah dalam batasan kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Dalam beberapa peristiwa, seseorang bisa saja merasa telah melakukan segala yang memungkinkannya keluar dari masalah, namun ia tidak kunjung melihat jalan keluar. Karena lalai bahwa pasti ada kebaikan dalam peristiwa tersebut, ia memberontak dan marah. Ini adalah tanggapan tak berguna yang diembuskan setan. Apa pun yang dihadapinya dalam hidup, seorang mukmin yang ikhlas harus tetap ingat bahwa ia dihadapkan pada keadaan yang di dalamnya ia dapat menetapi kebajikan dan kesabaran. Jika ia putus asa, itu hanyalah tipu daya setan. Allah memerintahkan hamba-Nya untuk tidak berputus asa.

"Dan tidaklah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman. Katakanlah, 'Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).'" (QS. Az Zumar, 39: 52-54)

Seseorang yang menerima dan berusaha menetapi perintah Allah tersebut mengetahui bahwa dari kebaikan akan timbul kebaikan pula. Seseorang yang putus asa akan sendirian di dunia ini dan tidak mempunyai jalan keluar. Allah mengatakan pada kita bahwa mereka yang putus asa terhadap kasih Allah adalah orang-orang yang tidak beriman,

"… dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (QS. Yusuf, 12: 87)

Dalam menetapi perintah Allah, seorang mukmin harus mencoba mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang apa yang terjadi di sekitarnya melalui perenungan. Ketika seorang mukmin menemukan kesulitan, kesulitan itu membuatnya sadar bahwa ada kebaikan di dalamnya dan ia memastikan bahwa selama cobaan itu, ia menjadi bersemangat, sabar, pemurah, setia, tekun, pengasih, dan penuh pengorbanan. Sikap sabar, bijaksana, cerdas, tenang, memaafkan, menyayangi, semuanya menunjukkan tingkatan kemuliaan seorang mukmin dan menawarkan kebahagiaan kepada manusia yang hanya didapatkan dari keimanan.

Subscribe via email