Selasa, 27 September 2011

Sabar terhadap Istri

Suatu ketika, seorang laki-laki mendatangi Umar ra. untuk mengadukan perilaku istrinya. Ia menunggu Umar di depan pintu rumahnya. Tiba-tiba laki-laki tersebut mendengar istri Umar sedang memarahinya dan Umar diam saja tidak menanggapi. Laki-laki itu akhirnya pulang dan berkata dalam hatinya, “Jika keadaan Amirulmukminin seperti itu, lalu bagaimana dengan saya?”

Tidak lama kemudian, Umar keluar dan melihatnya berpaling. Umar memanggil laki-laki tersebut dan bertanya, “Apa keperluanmu?”
“Wahai Amirul Mukminin, sebenarnya saya datang untuk mengadukan sikap dan perbuatan istri saya kepada saya. Namun saya mendengar hal yang sama pada istri anda. Akhirnya, saya pulang dan berkata (dalam hati), 'Jika keadaan Amirulmukminin seperti ini, lalu bagaimana dengan saya?'”

“Wahai Saudaraku! Saya tetap sabar (atas perbuatannya) karena memang itu kewajiban saya. Istri sayalah yang memasakkan makanan untuk saya, membuatkan roti untuk saya, mencucikan pakaian, dan menyusui anak saya, sedang semua itu bukanlah kewajibannya. Di samping itu, hati saya merasa tenang (untuk tidak melakukan perbuatan haram). Oleh karena itulah, saya tetap bersabar atas perbuatannya itu,” jawab Umar.
“Wahai Amirulmukminin, istri saya pun demikian,” kata laki-laki tersebut.
“Karena itu, bersabarlah wahai Saudaraku. Ini hanya sebentar,” kata Umar.

Semoga bisa menginspirasi para suami untuk meneladani sayidina Umar ra yang sangat gagah berani di medan perang namun bisa bersabar terhadap istri.

Kisah di atas dinukil dari karya Adz-Dzahabi dalam kitab Al-Kaba'ir dan Al Haitami dalam kitab Az-Zawajir.

Pentingnya Membaca Bismillah

Dalam Hadits Rasulullah saw bersabda, “Setiap pekerjaan yang baik, jika tidak dimulai dengan “Bismillah” (menyebut nama Allah) maka (pekerjaan tersebut) akan terputus (dari keberkahan Allah)”.

Dalam keseharian kita tentunya selalu melakukan kegiatan dan aktivitas, tanpa kegiatan dan aktivitas kehidupan kita akan hampa, hambar dan tidak produktif. Kegiatan tersebut bisa dilakukan dimana saja, di rumah, di kantor, di jalan, di warung, di pasar, di sekolah dan ditempat-tempat lainnya. Dan –bagi orang beriman- kegiatan atau aktivitas adalah sarana menebar kebajikan, baik kata maupun perbuatan selalu memberikan kebaikan pada dirinya dan orang lain. Bukankah Rasulullah saw mengumpamakan jati diri seorang muslim seperti seekor lebah. Makanan yang dimakan adalah baik dan yang dikeluarkan pun baik, lebah hinggap atau tinggal tidak pernah merusak yang lainnya.

Namun kadangkala kebanyakan dari kita tidak sadar memulai segala aktivitas atau kegiatan tanpa mengucapkan membaca kalimat bismillah, padahal diterima atau tidak amal perbuatan seseorang bergantung pada kalimat tersebut.
Ketika bangun tidur sudahkah kita mengucapkan alhamdulillah dan memulai aktivitas hari itu dengan bismillah?
Ketika akan mandi, berpakaian, sarapan pagi sudahkah kita memulainya dengan bismillah?
Ketika akan berangkat ke kantor, keluar dari rumah, naik kendaraan sudahkah kita memulainya dengan bismillah?
Ketika di kantor, sudahkah ketika kita masuk ruangan kantor, menyalakan komputer, membuka berkas atau file, membuka rapat, menulis, membaca memulainya dengan bismillah?
Begitu banyak lagi aktivitas yang kita lakukan dalam keseharian kita, namun sudahkan kita memulainya dengan bismillah??
Kadang kita menganggap hal tersebut adalah sepele, padahal di sisi Allah merupakan kebaikan yang bernilai besar, diberkahi atau tidaknya perbuatan dan aktivitas seseorang tergantung pada saat memulainya.
Sebenarnya apa sih keistimewaan dari bismillah sehingga Allah dan Rasul-Nya mensyariatkan kepada kita untuk memulai segala aktivitas, perbuatan dan kegiatan dengan membaca bismillah?
Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa “bismillah merupakan inti kandungan ajaran Islam” karena di situ ada unsur keyakinan terhadap Allah yang telah memberikan kekuatan sehingga seseorang dapat melakukan aktivitas yang diinginkan, pangakuan akan ketidakberdayaan seseorang di hadapan Allah Taala. “La haula wala quwwata illa billah (Tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah). Apalagi kalau bacaannya kita sempurnakan dengan kata bismillahirrahmanirrahim maka kita telah meyakini akan kebesaran Allah yang telah memberikan nikmat dan karunia, kasih sayang dan rahimnya kepada seluruh makhluk-Nya.
Jika kita runut secara bahasa, maka akan kita dapatkan keagungan kalimat bismillahirrahmanirrahim. kata Bismillah misalnya merupakan tiga rangkaian kata yang mengandung arti yang agung yaitu Ba (bi), Ism, dan Allah.

1. Huruf ba yang dibaca bi di sini mengandung dua arti:
Pertama: huruf bi yang diterjemahkan dengan kata “dengan” menyimpan satu kata yang tidak terucapkan tetapi harus terlintas dalam benak ketika mengucapkan basmalah, yaitu memulai. Sehingga bismillah berarti “saya atau kami memulai dengan nama Allah”. Dengan demikian kalimat tersebut menjadi semacam doa atau pernyataan dari pengucap. Atau dapat juga diartikan sebagai perintah dari Allah (walaupun kalimat tersebut tidak berbentuk perintah), “Mulailah dengan nama Allah!”.

Kedua: huruf bi yang diterjemahkan dengan kata “dengan” itu, dikaitkan dalam benak dengan kata “kekuasaan dan pertolongan”. Pengucap basmalah seakan-akan berkata, “dengan kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, pekerjaan yang sedang saya lakukan ini dapat terlaksana”. Pengucapnya seharusnya sadar bahwa tanpa kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, apa yang sedang dikerjakannya itu tidak akan berhasil. Ia menyadari kelemahan dan keterbatasan dirinya tetapi pada saat yang sama –setelah menghayati arti basmalah ini – ia memiliki kekuatan dan rasa percaya diri karena ketika itu dia telah menyandarkan dirinya dan bermohon bantuan Allah Yang Maha Kuasa itu.

2. Kata Ism setelah huruf bi terambil dari kata as-sumuw yang berarti tinggi dan mulia atau dari kata as-simah yang berarti yang berarti tanda. Kata ini biasa diterjemahkan dengan nama. Nama disebut ism, karena ia seharusnya dijunjung tinggi atau karena ia menjadi tanda bagi sesuatu.
Syaikh Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan dengan penyebutan nama di sini berarti dirinya memulai pekerjaan dengan nama Allah dan atas perintahnya bukan atas dorongan hawa nafsu belaka.
Penyebutan nama Allah diharapkan pekerjaan itu menjadi kekal disisi Allah. Di sini bukannya Allah yang nama-Nya disebut itu yang kita harapkan menjadi kekal karena Dia justru Maha Kekal. Namun yang kita harapkan adalah agar pekerjaan yang kita lakukan itu serta ganjarannya menjadi kekal sampai hari kemudian. Banyak pekerjaan yang dilakukan seseorang tetapi tidak mempunyai bekas apa-apa terhadap dirinya atau masyarakatnya, apalagi berbekas dan ditemui ganjarannya di hari kemudian. Demikianlah Allah mentamsilkan perbuatan orang-orang yang kafir yang tidak dibarengi dengan keikhlasan kepada Allah, “Dan Kami hadapi hasil-hasil karya mereka (yang baik-baik itu), kemudian Kami jadikan ia (bagaikan) debu yang beterbangan (sia-sia belaka). (QS 25: 23)

3. kata Allah, berakar dari kata walaha yang berarti mengherankan atau menakjubkan. Jadi Tuhan dinamai Allah karena segala perbuatan-Nya menakjubkan dan mengherankan. Karena itu terdapat petunjuk yang menyatakan, “Berfikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berfikir tentang Dzat-Nya”.
Sementara itu sebagian ulama mengungkapkan bahwa kata Allah terambil dari kata aliha – ya’lahu yang berarti menuju dan bermohon. Tuhan dinamai Allah karena seluruh makhluk menuju serta bermohon kepada-Nya dalam memenuhi kebutuhan mereka, atau juga berarti menyembah dan mengabdi, sehingga lafazh Allah berarti “Zat yang berhak disembah dan kepada-Nya tertuju segala pengabdian”.
Syaikh Mutawalli Sya’rawi, seorang guru besar pada universitas Al-Azhar, ulama kontemporer dan pakar bahasa menyebutkan dalam tafsirnya tentang keistimewaan lafadz Allah ; “Lafadz Allah selalu ada dalam diri manusia, walaupun ia mengingkari wujud-Nya dengan ucapan atau perbuatannya. Kata ini selalu menunjuk kepada Dia yang diharapkan bantuan-Nya itu. Perhaitkanlah kata Allah. Bila huruf pertamanya dihapus, maka ia akan terbaca Lillah yang artinya “demi/karena Allah”. Bila satu huruf berikutnya dihapus, akan terbaca lahu, yang artinya untuk-Nya. Bila huruf berikutnya dihapus, maka ia akan tertulis huruf ha yang dapat dibaca hu (huwa) yang artinya Dia”.

Apabila anda berkata Allah maka akan terlintas atau seyogianya terlintas dalam benak Anda segala sifat kesempurnaan. Dia Mahakuat, Mahabijaksana, Mahakaya, Maha Berkreasi, Mahaindah, Mahasuci dan sebagainya. Seseorang yang mempercayai Tuhan, pasti meyakini bahwa Tuhannya Mahasempurna dalam segala hal, serta Mahasuci dari segala kekurangan.
Sifat-sifat Tuhan yang diperkenalkan cukup banyak. Dalam salah satu hadits dikatakan bahwa sifat (nama-nama) Tuhan berjumlah sembilan puluh sembilan nama (sifat).
 

Demikian banyak sifat (nama) Tuhan, namun yang terpilih dalam basmalah hanya dua sifat, yaitu Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang keduanya terambil dari akar kata yang sama. Agaknya sifat ini dipilih, karena sifat itulah yang paling dominan. Dalam hal ini Allah dalam Al-Quran menegaskan “Rahmat-Ku mencakup segala sesuatu”. (QS 7: 156). Sebuah hadits Qudsi menyebutkan bahwa rahmat Allah mengalahkan amarah-Nya.
Kedua kata tersebut, Ar-Rahman dan Ar-Rahim, berakar dari kata Rahm yang juga telah masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, yang berarti peranakan atau kandungan. Apabila disebut kata Rahim, maka yang terlintas di dalam benak adalah ibu dan anak, dan ketika dapat terbayang betapa besar kasih sayang yang dicurahkan sang ibu kepada anaknya. Tetapi, jangan disimpulkan bahwa sifat Rahmat Tuhan sepadan dengan sifat rahmat ibu.

Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah saw yang mendekatkan gambaran besarnya rahmat Tuhan: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT menjadikan rahmat itu seratus bagian, disimpan di sisi-Nya sembilan puluh sembilan dan diturunkan-Nya ke bumi itu satu bagian. Satu bagian inilah yang dibagi pada seluruh makhluk. (begitu ratanya sampai-sampai satu bagian yang dibagikan itu diperoleh pula oleh) seekor binatang yang mengangkat kakinya karena dorongan kasih saying, khawatir jangan sampai menginjak anaknya”. (HR. Muslim)

Dalam ungkapan lainnya disebutkan bahwa kata Rahman adalah merupakan sifat kasih sayang Allah kepada seluruh makhluk-Nya yang diberikan di dunia, baik manusia beriman atau kafir, binatang dan tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya. Bukankah kita –dengan kasih sayang-Nya- telah diberikan kehidupan, diberikan kemudahan menghirup udara, kemudahan berjalan, berlari dan melakukan segala aktivitasnya, walaupun sangat sedikit dari kita mau merenungkan apalagi mensyukuri segala nikmat tersebut? Allah senantiasa memberikan kasih sayang-Nya kepada manusia sekalipun mereka ingkar kepada-Nya.
Sementara itu kara Rahim diberikan secara khusus oleh Allah kelak nanti dialam akhirat yaitu hanya bagi mereka yang beriman dan mensyukuri segala kenikmatan yang telah dianugrahkan kepada mereka. Kasih sayang-Nya secara khusus diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang mengabdikan dirinya kepada Allah dan yakin bahwa semua kenikmatan adalah bersumber dari Allah. Bahkan yakin bahwa segala amal ibadahnya, perbuatan baiknya tidak akan menjamin akan dirinya masuk ke surga-Nya kecuali karena Rahmat-Nya.

Suatu kali Rasulullah saw berpesan kepada para sahabatnya, “Bersegeralah kalian berbuat baik dan perkuatlah hubungan kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa amal kalian tidak menjamin kalian masuk surga. Sambil terheran para sahabat bertanya, “Termasuk Engkau wahai Rasulullah”? Rasulullah saw menjawab, “Betul, termasuk saya..kecuali jika Allah menganugrahkan rahmat-Nya dan karunia-Nya kepadaku”.  

Wallahu a’lam

Senin, 12 September 2011

Dosa yang Lebih Besar dari Dosa Zina

Dosa Yang Lebih Hebat Dari Zina
Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita berjalan terhuyung-huyung. Pakaiannya yang serba hitam menandakan bahawa dia berada dalam duka cita yang mencekam. Kerudungnya menangkup rapat hampir seluruh wajahnya. Tanpa rias muka atau perhiasan menempel di tubuhnya. Kulit yang bersih, badan yang ramping dan roman mukanya yang ayu, tidak dapat menghapus kesan kepedihan yang tengah dirasakan dalam hidupnya.

Ia melangkah terseret-seret mendekati rumah Nabi Musa a.s. Diketuknya pintu pelan-pelan sambil mengucapkan salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam "Silakan masuk". Perempuan cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus merunduk. Air matanya berderai tatkala dia berkata,
"Wahai Nabi Allah. Tolonglah saya, Doakan saya agar Allah SWT berkenan mengampuni dosa keji saya."
"Apakah dosamu wahai wanita ayu?" tanya Nabi Musa a.s terkejut.
"Saya takut mengatakannya." jawab wanita cantik.
"Katakanlah jangan ragu-ragu!" desak Nabi Musa.
Maka perempuan itupun terpatah bercerita,
"Saya ......telah berzina."
Kepala Nabi Musa terangkat, hatinya tersentak. Perempuan itu meneruskan,
"Dari perzinaan itu saya pun......lantas hamil. Setelah anak itu lahir, langsung saya....... Cekik lehernya sampai......tewas", ucap wanita itu seraya menangis sejadi-jadinya.
Nabi Musa berapi-api matanya. Dengan muka berang dia menghardik perempuan tersebut.
"Enyah kamu dari sini! Agar siksa Allah tidak jatuh ke dalam rumahku karena perbuatanmu. Pergi!"...teriak Nabi Musa sambil memalingkan mata karena jijik.


Perempuan berwajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah surut. Dia terhantuk-hantuk ke luar dari dalam rumah Nabi Musa. Ratap tangisnya amat memilukan. Ia tak tahu harus ke mana lagi hendak mengadu. Bahkan dia tidak tahu mau dibawa ke mana lagi kakinya. Bila seorang Nabi saja sudah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya?
Terbayang olehnya betapa besar dosanya, betapa jahat perbuatannya. Ia tidak tahu bahawa sepeninggalnya, Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa. Sang Ruhul Amin Jibril lalu bertanya,
"Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertobat dari dosanya?
Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripadanya?" Nabi Musa terperanjat.
"Dosa apakah yang lebih besar dari kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?" Maka Nabi Musa dengan penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril.
"Betulkah ada dosa yang lebih besar daripada perempuan yang nista itu?"
" Ada !" jawab Jibril dengan tegas.
"Dosa apakah itu?" tanya Musa kian penasaran.
("Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja dan tanpa menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina.)

Mendengar penjelasan ini Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk menghadap kembali kepadanya. Ia mengangkat tangan dengan khusyuk untuk memohonkan ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut.

Nabi Musa menyadari, orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja dan tanpa penyesalan adalah sama saja seperti berpendapat bahwa shalat itu tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Berarti mereka seakan-akan menganggap remeh perintah Allah SWT, bahkan seolah-olah menganggap Allah tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba-Nya. Sedang orang yang bertaubat dan menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh bererti masih mempunyai iman didadanya dan yakin bahwa Allah itu berada di jalan ketaatan kepada-Nya. Itulah sebabnya Allah SWT pasti mau menerima kedatangannya.

Dalam hadis Nabi SAW disebutkan : Orang yang meninggalkan shalat lebih besar dosanya dibanding dengan orang yang membakar 70 buah Al-Qur'an, membunuh 70 nabi Dan bersetubuh dengan ibunya di dalam Ka'bah. Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat sehingga terlewat waktu, Kemudian dia mengqadanya, maka dia akan disiksa dalam neraka selama satu huqub. Satu huqub adalah delapan puluh tahun. Satu tahun terdiri dari 360 Hari, sedangkan satu Hari di akhirat perbandingannya adalah seribu tahun di dunia

Maka marilah menyegerakan shalat jika sudah masuk waktunya atau mendengar adzan, dan untuk laki-laki datangilah masjid atau mushola untuk sholat berjamaah karena itu lebih utama.

Rabu, 07 September 2011

Nasihat Imam Asy-Syafi'i kepada Muridnya Imam Al-Muzany

Imam Muzany bercerita,”Aku menemui Imam Asy-Syafi’iy menjelang wafatnya, lalu aku berkata,”bagaimana keadaanmu pagi ini , wahai ustadzku?”

beliau menjawab, “Pagi ini aku akan melakukan parjalanan meninggalkan dunia, akan berpisah dengan kawan-kawanku, akan meneguk gelas kematian, akan menghadap kepada Allah dan akan menjumpai kejelekan amalanku. Aku tidak tau; apakah diriku berjalan ke syurga sehingga aku memberinya ucapan kegembiraan , atau berjalan ke neraka sehingga aku menghibur kesedihannya.”

Aku(Al-Muzany) berkata, “Nasihatilah aku”.

Asy-Syafi’iy berpesan kepadaku, “Bertaqwalah kepada Allah, parmisalkanlah akhirat dalam hatimu, jadikanlah kematian antara kedua matamu dan jangan lupa engkau akan berdiri di hadapan Allah. Takutlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla, jauhilah apa-apa yang Dia haramkan, laksanakanlah segala yang Dia wajibkan, hendaknya engkau bersama Allah di manapun engkau berada. Jadikanlah diammu sebagai tafakkur, pembicaraanmu sebagai Dzikir dan pandanganmu sebagai pelajaran. Maafkanlah orang yang mendzolimimu, sambunglah orang yang memutus silaturrahmi kepadamu, berbuat baiklah kepada siapa yang bebuat jelek kepadamu, bersabarlah tehadap segala musibah, berlindunglah kepada Allah dari api neraka dengan ketaqwaan.”

Aku(Al-Muzany) berkata “Tambahkanlah (nasihatmu) kepadaku.”

Beliau melanjutkan, “Hendaknya kejujuran adalah lisanmu, menepati janji adalah tiang tonggakmu, rahmat adalah buahmu, kesyukuran sebagai thaharahmu, kebenaran sebagai perniagaanmu, kasih sayang adalah perhiasanmu, kecerdikan adalah daya tangkapmu, ketaatan sebagai mata pencaharianmu, ridha sebagai amanahmu, pemahaman adalah penglihatanmu, rasa harap adalah kesabaranmu, rasa takut sebagai jilbabmu, shadaqoh sebagai pelindungmu dan zakat sebagai bentengmu. Jadikanlah rasa malu sebagai pemimpinmu, sifat tidak tegesa-gesa sebagai menterimu, tawakkal sebagai baju tamengmu, dunia sebagai penjaramu dan kefakiran sebagai pembaringanmu. Jadikanlah kebenaran sebagai pemandumu, haji dan jihad sebagai tujuanmu, Al-Qur’an sebagai pembicaramu dengan kejelasan, jadikanlah Allah sebagai penyejukmu. Siapa yang sifatnya seperti ini maka syurga adalah tempat tinggalnya.”


Kemudian Asy-Syafi’iy mengangkat pandangannya ke arah langit seraya menghadirkan susunan ta’bir. Lalu beliau bersyair:

Kepada-Mu -wahai Ilâh segenap makhluq, wahai pemilik anugerah dan kebaikan-,

kuangkat harapanku, walaupun aku ini seorang yang bergelimang dosa.
Tatkala hati telah membatu dan sempit segala jalanku,

kujadikan harapan pengampunan-Mu sebagai tangga bagiku

Kurasa dosaku teramatlah besar, namun tatkala dosa-dosa itu

kubandingkan dengan maaf-Mu -wahai Rabb-ku-, ternyata maaf-Mu lebihlah besar

Terus menerus Engkau Maha Pemaaf dosa, dan terus-menerus

Engkau memberi derma dan maaf sebagai nikmat dan pemuliaan.

Andaikata bukan karena-Mu, tidak seorang pun ahli ibadah yang tersesat oleh iblis

bagaimana tidak, sedang dia pernah menyesatkan kesayangan-Mu, Adam.

Kalaulah Engkau memaafkan aku, maka Engkau telah memaafkan
seorang yang congkak, zholim lagi sewenang-wenang, yang masih terus berbuat dosa.

Andai kata Engkau menyiksaku, tidaklah aku berputus asa,
walaupun diriku telah Engkau masukkan ke dalam Jahannam lantaran dosaku.

Dosaku sangatlah besar, dahulu dan sekarang, namun maaf-Mu -wahai Maha Pemaaf- lebih tinggi dan lebih besar.”


[Tarikh Ibnu Asâkir juz 51 hal. 430-431]

Selasa, 06 September 2011

Do'a yang tak Kunjung Terkabul


doa_mustajabJika seorang muslim berdoa pada Allah agar diberi rizki dan diberi keturunan, akan tetapi doanya tak kunjung pula terkabulkan, apakah seperti itu adalah buah dari tidak diterimanya amalan? Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanyakan seperti di atas. Lalu jawaban beliau rahimahullah,
Ada berbagai faktor yang menyebabkan doa tak kunjung dikabulkan. Doa tersebut tidak terkabul boleh jadi karena jeleknya amalan, maksiat dan kejelekan yang seseorang perbuat. Boleh jadi juga sebabnya adalah karena makan makanan yang haram. Juga bisa jadi karena ia berdoa biasa dalam keadaan hati yang lalai. Boleh jadi pula karena sebab lainnya sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan dalam hadits,
ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا. قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ  اللَّهُ أَكْثَرُ
Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.[1]

Bisa jadi tidak terkabulnya doa seorang hamba karena maksiat yang ia perbuat, karena hatinya yang lalai saat memanjatkan doa, atau karena memakan yang haram. Atau mungkin juga doa seseorang tak kunjung terkabul karena Allah Ta’ala memilih yang terbaik untuknya dengan Allah mengganti apa yang ia minta dengan yang lebih bermanfaat di surga dan akhirat kelak. Atau bahkan Allah menggantinya dengan sesuatu di akhirat dan di surga yang kekal. Bisa jadi pula Allah mengganti permintaan hamba tadi dengan maslahat lainnya dengan Allah menghindarkan darinya berbagai keburukan. Bisa jadi Allah menghindarkan darinya kejelekan tanpa ia sadari. Itulah karena doa yang ia panjatkan pada Allah. Inilah yang terbaik sesuai dengan hikmah Allah. Allah bisa jadi mengabulkan doanya dengan memberikannya anak, rumah atau istri. Boleh jadi pula Allah palingkan dari kejelekan dengan sebab doa dan mengganti dengan yang lebih manfaat sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas.

Dalil bahwa do’a dengan hati yang lalai sebab do’a sulit terkabul,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.[2]

Dalil pengaruh makanan yang haram terhadap do’a,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyib (baik). Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: 'Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' Dan Allah juga berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan kepadamu.'" Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?"[3]

Jadi maksiat dan makan makanan yang haram, itu juga adalah sebab penghalang terkabulnya do’a. Begitu pula hati yang lalai dalam berdoa, itu pula salah satu penghalang. Atau barangkali Allah beri kita yang terbaik dan mengganti dengan yang lebih baik dari doa yang kita minta.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

[1] HR. Ahmad 3/18, dari Abu Sa'id. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid
[2] HR. Tirmidzi no. 3479, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
[3] HR. Muslim no. 1015

Don’t give up! Teruslah banyak berdoa dan terus introspeksi diri. Wallahu waliyyut taufiq.

Subscribe via email