Rabu, 22 Juni 2011

Memahami Makna Rizki

Definisi dan Cakupannya

Sebagian para ulama mendefinisikan, rizki adalah sesuatu yang Allah berikan kepada seluruh makhluk hidup berupa makanan. Asy-syaukani mengatakan, “Rizki adalah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh makhluk hidup berupa makanan dengan semua jenisnya.” Definisi ini membatasi rizki hanya pada sesuatu yang manusia nikmat untuk memenuhi kebutuhan jasadnya saja.

Dalam Al-Quran, rizki dalam bentuk ini terdapat dalam ayat, Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati rizki (makanan) di sisinya… (QS Ali ‘Imran: 37)

“Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami),(QS Qaaf: 10-11)

Adapun dalam “Al-Qamush” dikatakan, “Rizki adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh penerima rizki tersebut.” Di sini makna rizki lebih bersifat umum. Kata rizki menunjuk segala sesuatu yang bernilai manfaat.

Dari makna yang cakupannya luas ini rizki tidak hanya berbentuk harta benda atau materi. Rizki mencakup sesuatu yang memenuhi kebutuhan lahir seperti makanan dan minuman, karena manusia tidak akan dapat mempertahankan hidupnya tanpa makan dan minum. Rizki juga mencakup sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan rohani seperti ilmu dan pengetahuan, karena ilmu dan pengetahuan bermanfaat untuk hati dan pikiran. Dengan ilmu, hati dan pikiran mendapat nutrisi yang menyehatkan. Manusia menjadi memiliki kekuatan berpikir positif. Seperti badan menjadi kuat dengan asupan gizi dari makanan. Hati pun menjadi jernih, tidak kotor lagi oleh aneka penyakit yang memekatkan dengan ilmu yang benar.

Rizki Akhirat

Rizki juga tidak hanya didunia. Allah menyungkapkan balasan bagi orang-orang mukmin kelak di hari kiamat dengan bahasa “Rizki yang mulia”.

Dan barang siapa diantara kamu sekalian (isteri-isteri nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang mulia. (QS Al-ahzab:31)

Inilah rizki yang paling agung, paling baik, paling banyak, paling suci, paling nikmat dan paling mulia dari segala sisi. Rizki ukhrawi yang disediakan bagi para pencari rizki hakiki itu tidak ada bandingan, tidak dapat dijangkau dengan pengetahuan manusia. Allah menggambarkannya dalam hadis qudsi,

“Aku sediakan bagi hamba-hambaKu yang shaleh balasan (kenikmatan) yang tidak ada satu mata pun yang pernah melihatnya, tidak ada satu telinga pun yang pernah mendengarnya dan tidak pernah terlintas sedikit pun dalam hati manusia.” (HR Bukhari Muslim)

Perhatikan firman Allah yang menggetarkan berikut ini,

Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.(QS As-Sajdah: 17)

Menyoal pemahaman

Manusia saat ini lebih terbiasa dengan kata rizki yang bermakna serba materi. Walaupun pada hakikatnya tidak demikian, makna materi lebih dominan difahami oleh mayoritas orang. Jika mereka mendengar kata rizki, bayangannya langsung tertuju pada harta dan kekayaan. Seringkali juga manusia tidak menganggap sesuatu selain harta benda dan uang sebagai rizki, walaupun sesuatu itu juga bermanfaat baginya. Beban berat mampu ia tanggung saat mencari uang, tapi halangan paling ringan saat mencari ilmu agama dan mengamalkannya tidak mampu ia lewati.

Atau, banyak manusia yang bisa berterima kasih saat diberikan harta atau bantuan lain yang bersifat dunia, namun tidak merasa harus berterima kasih ketika disampaikan padanya nasehat dan ilmu. Banyak manusia yang lebih menghormati orang berharta daripada orang yang berilmu. Sangat gembira saat mendapatkan uang, tapi tidak bersyukur atas hidayah. Hingga seolah-olah syukur itu hanya dilakukan saat mendapatkan kesenangan-kesenangan dan nikmat-nikmat yang bersifat duniawi saja seperti harta, anak, jabatan, kesembuhan dan kesehatan.

Memaknai rizki dengan harta dan kekayaan memang tidak salah. Semua kenikmatan yang manusia rasakan di dunia ini merupakan bagian dari rizki yang Allah karuniakan kepada mereka. Namun, jika pemaknaan ini menjadikan manusia memandang bahwa kemanfaatan hanya ada pada nilai materi tentu keliru. Pandangan ini bahkan cukup berbahaya.

Pandangan dari pemaknaan seperti itu bisa berimbas pada prilaku yang cenderung meterialis, selalu mengutamakan rizki materi daripada rizki-rizki lain yang mungkin jauh lebih bermanfaat seperti ilmu, nasehat dan hidayah tadi, yang dengannya manusia akan mampu mengenal dan mengamalkan keimanan dan keislamannya dengan baik.

Iman dan islam merupakan keutamaan dan rahmat Allah yang paling layak manusia syukuri. Perasaan gembira saat mendapat hidayah, berada di atas tauhid yang murni, akidah yang benar, ibadah yang sesuai dengan sunnah seharusnya melebihi kebahagiaan apapun. Karena itu semua lebih baik dari dunia dan segala isinya. Perhatikan firman Allah berikut ini,

Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Rizki Khusus dan Umum

Dari sisi yang lain, para ulama juga menjelaskan bahwa rizki dibagi menjadi dua macam:

1. Rizki khusus, yaitu rizki halal yang Allah berikan hanya bagi orang-orang yang beriman. Rizki ini merupakan rizki yang bermanfaat, yang digunakan oleh orang-orang yang beriman sebagai penolongnya dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah. Ini sesuai dengan firman Allah,

Katakanlah: Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik? Katakanlah: Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (Al-‘Araf: 32)

Inilah sebetulnya tujuan Allah memberikan rizki kepada manusia. Agar dengannya manusia memiliki kekuatan untuk beribadah. Rasa syukur atas semua kenikmatan yang ada dalam ‘paket’ bernama rizki itu harus manusia wujudkan dalam amal-amal yang diridhoi oleh Pemberinya, yaitu Allah ‘azza wa jalla.

Dari pengertian rizki khusus ini, berarti hanya rizki yang ‘berlabel’ halal saja yang dapat dikatakan sebagai rizki yang hakiki, mengacu juga kepada makna rizki sebagai sesuatu yang selalu memiliki nilai manfaat tadi. Begitu juga rizki yang dikatakan sebagai rizki khusus ini hanya meliputi pemberian-pemberian Allah atas makhluk-Nya yang digunakan untuk investasi ukhrawi berupa ibadah dan ketaatan.

2. Rizki umum, yaitu rizki yang diberikan kepada semua makhluk hidup tanpa terkecuali, orang muslim atau kafir. Dengan rizki ini semua makhluk hidup bisa mempertahankan hidupnya, baik halal atau haram. Allah berfirman,

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS Hud: 6)

Jaminan rizki ini berlaku untuk semua makhluk, tanpa terkecuali. Semua makhluk di dunia ini akan Allah beri kecukupan rizkinya.

Wallahu a’lam bis-shawab

Selasa, 07 Juni 2011

Banyak Jalan Menuju Kebaikan

Dari Abu Dzar radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadaku:
لاَ تُحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئاً وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Janganlah sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sekecil apapun, walaupun itu berupa berjumpa dengan saudaramu dengan wajah yang ceria.” (HR. Muslim no. 2626)

Dari Abu Dzar radhiallahu anhu bahwa ada beberapa orang sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, para orang-orang kaya telah pergi mendahului kami dengan membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, akan tetapi mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta yang mereka miliki.” Maka beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ ما تَصَدَّقُوْنَ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ وكل تَحْمِيْدَةٍ صدقة، وكل تَهْلِيْلَةٍ صدقة، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ صدقة، وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صدقة، وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صدقة. قالُوا: يا رسولَ اللهِ أَيَأْتِي أَحَدُنا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْها أَجْرٌ؟ قالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَها فِي حَرامٍ أَكانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَها فِي الْحَلالِ كانَ لَهُ أَجْرٌ
“Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian sesuatu yang kalian bisa sedekahkan? Sesungguhnya setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan pada kemaluan kalian juga terdapat sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah orang yang mendatangi syahwatnya di antara kami juga akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika dia menyalurkan syahwatnya pada sesuatu yang haram, apakah dia akan mendapat dosa? Maka demikian pula jika dia menyalurkannya pada sesuatu yang halal, dia pun akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim no. 1006)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ سُلامَى مِنَ النّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ: تَعْدِلُ بَيْنِ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْها أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْها مَتاعَهَ صدقة، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صدقة، وَبِكُلِّ خَطْوَةٍ تَمْشِيْها إِلَى الصَّلاةِ صدقة، وَتُمِيْطُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صدقة
“Setiap ruas tulang manusia mempunyai kewajiban untuk bersedekah setiap harinya. Berbuat adil di antara dua orang yang bertikai adalah sedekah, menolong seseorang untuk menaiki kendaraannya atau menaikkan barangnya di atas kendaraannya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah menuju shalat adalah sedekah, dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Al-Bukhari no. 2707 dan Muslim no. 1009)

Dari Abu Dzar radhiallahu anhu dia berkata:
قُلْتُ: يا رسولَ اللهِ أَيُّ الأَعْمالِ أَفْضَلُ؟ قال: اَلإيْمانُ بِاللهِ وَالْجِهادُ فِي سَبِيْلِهِ. قلت: أي الرِّقابِ أفضل؟ قال: أَنْفَسُها عِنْدَ أَهْلِها وَأَكْثَرُها ثَمَناً. قلت: فَإِنْ لَمْ أَفْعَلْ؟ قال: تُعِيْنُ صانِعاً أَوْ تَصْنَعُ لِأَخْرَقٍ. قلت: يا رسولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ ضَعِفْتُ عَنْ بَعْضِ الْعَمَلِ؟ قال: تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النّاسِ صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَى نَفْسِكَ
“Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya.” Saya bertanya lagi, “Pembebasan budak mana yang paling utama?” Beliau menjawab, “Budak yang paling berharga dan paling mahal di mata pemiliknya.” Saya bertanya lagi, “Jika saya tidak mampu melakukannya?” Beliau menjawab, “Kamu membantu seorang pekerja atau membuatkan sesuatu untuk orang yang kurang pandai bekerja.” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda jika saya tidak mampu mengerjakan sebagian amalan?” Beliau menjawab, “Kamu tidak berbuat jelek kepada orang lain merupakan sedekah kamu atas dirimu.” (HR. Muslim no. 136)

Penjelasan ringkas:
Di antara rahmat Allah kepada para hamba-Nya adalah Dia menetapkan untuk mereka banyak jalan-jalan kebaikan, mulai dari yang besar sampai yang kecil. Di antara hikmahnya tentu saja agar setiap hamba-Nya bisa berbuat kebaikan sesuai dengan keadaan dan kesempatan yang masing-masing mereka miliki dan agar kebaikan itu tidak hanya bisa dilakukan oleh segolongan kaum muslimin.

Tidak hanya sampai di situ rahmat Allah. Setelah Dia memudahkan untuk mereka berbagai jenis amalan kebaikan, Allah juga berjanji bahwa amalan baik sekecil apapun tidak akan ada yang luput dari perhitungan Allah dan Dia pasti akan memberikan pahala yang besar atasnya.

Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Dan apa saja yang engkau semua lakukan dari kebaikan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 215)

Allah Ta’ala juga berfirman (artinya), “Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat timbangan debu, maka Ia akan mengetahuinya.” (QS. Az-Zalzalah: 7)

Dan Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal shalih, maka perbuatannya itu akan menguntungkan dirinya sendiri.” (QS. Al-Jatsiyah: 15)

Dan masih banyak dalil-dalil lain yang menyebutkan satu persatu kebaikan-kebaikan kecil yang berpahala besar. Imam An-Nawawi rahimahullah telah membuat satu bab khusus dalam Riyadh Ash-Shalihin mengenai masalah ini pada Bab XIII. untuk itu silakan merujuk padanya.

Semoga akan menambah semangat kita untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang telah disediakan dan dimudahkan jalan-jalannya oleh Allah SWT.

Pelaku Riya` Penghuni Pertama Neraka

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisap pada hari Kiamat ialah seseorang yang mati syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, lantas Dia bertanya: ‘Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku? Dia menjawab: ‘Saya berjuang dan berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.’ Allah berfirman: ‘Dusta kamu, sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani. Kini kamu telah menyandang gelar tersebut.’ Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan didatangkan pula seseorang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, Allah bertanya: ‘Apa yang telah kamu perbuat? ‘ Dia menjawab, ‘Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur’an demi Engkau.’ Allah berfirman: ‘Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur’an agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan seorang laki-laki yang di beri keluasan rizki oleh Allah, kemudian dia menginfakkan hartanya semua, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.’ Allah bertanya: ‘Apa yang telah kamu perbuat dengannya?’ dia menjawab, ‘Saya tidak meninggalkannya sedikit pun melainkan saya infakkan harta benda tersebut di jalan yang Engkau ridlai.” Allah berfirman: ‘Dusta kamu, akan tetapi kamu melakukan hal itu supaya kamu dikatakan seorang yang dermawan, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu.’ Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 1905)

Penjelasan ringkas:
Orang yang pertama kali dibakar di dalam neraka dari kalangan para muwahhidin pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid, orang yang berilmu, dan orang yang dermawan. Hal itu dikarenakan bersamaan dengan banyak dan besarnya ibadah mereka secara zhahir, akan tetapi mereka tidak mengikhlaskan semua ibadah mereka tersebut hanya untuk Allah Ta’ala, tapi mereka justru menghendaki dengan semua ibadah mereka untuk mendapatkan pujian di dunia. Karenanya Allah Ta’ala memberikan kepada mereka apa yang mereka inginkan dari dunia ini, akan tetapi sebagai balasannya Dia menyiksa mereka di akhirat sebagai balasan atas kesyirikan yang mereka perbuat dalam ibadah mereka. Ini menunjukkan bahwasanya pelaku syirik kecil akan terlebih dahulu merasakan panasnya api neraka sebelum pelaku kesyirikan besar dari kalangan para penyembah berhala, na’udzu billahi min dzalik.

Subscribe via email